Upaya Revitalisasi Diri
Menuju Pribadi Rahmatan Lil ‘Alamin
Nabi Muhammad, dalam
proses perjuangannya, melakukan Hijrah dari Mekah menuju Madinah yang merupakan
simbol babak baru. Selama 3 hari beliau bersembunyi di Gua Tsur ditemani Abu
Bakar setelah lolos dari kepungan kaum Quraisy di rumahnya. Dengan ketabahan,
setelah merasa aman, Nabi dan Abu Bakar melanjutkan perjalanan sangat
meletihkan, menempuh panas yang
membakar, mengarungi lautan pasir berbukit-bukit, berkeringat deras hingga
kehausan. Demikian menurut pendapat sebagian ulama dalam menggambarkan situasi
perjalanan Sayyidul Wujud Muhammad Saw.
Hijrah
yang dilakukan Nabi merupakan instruksi langsung dari Allah. Bukan karena takut
terhadap siksaan dan ancaman, bahkan karena ke-putusasa-an Nabi dalam berdakwah
di Makkah. Tidak takut karena ancaman maupun siksaan melainkan kepekaan Nabi
terhadap sahabat-sahabat kesayangannya yang selalu mendapat perlakuan keji kaum
Quraisy. Semangat sosial inilah yang menginspirasi beliau dengan memulai
strategi perjuangan baru di Madinah, untuk membebaskan berbagai ketertindasan
sosial yang terjadi secara kolosal di Semenanjung Arabia. Salah satu strategi
untuk membangun kesepakatan sosial kemasyarakatan dengan seluruh elemen
masyarakat Madinah, Nabi mempersaudarakan antara Komunitas Muhajirin dan Ansor, yang kemudian dikenal
dengan Piagam Madinah (Madinah Carter), hingga akhirnya memberi nama Madinah
terhadap kota tujuannya tersebut yang sebelumnya dikenal Yatsrib.
Dari
sini dapat dibuktikan sejarah demokrasi telah terlihat, yakni pada tatanan hidup
sosial kemasyarakatan yang dicipta Nabi di Madinah. Jaminan kebebasan,
persamaan derajat, dan kesempatan berekspresi, merupakan babak baru kehidupan
Madinah. Nampaknya Nabi ingin mengajarkan akan pentingnya menggugat penindasan
sosial. Nabipun mengarahkan peradaban manusia yang menuju kesejahteraan dan
ketertiban sosial.
Bagi
saya, berbagai ketertindasan sosial yang melanda dunia saat ini harus digugat
lewat spirit momentum Hijriah 1439. Terlepas dari sejarah hijrah nabi bertepatan 1 Muharram atau ada pendapat yang menyebutkan perjalanan itu pada 12 Rabiul Awal. Harus dipahami bahwa kehadiran setiap nabi dan rasul di muka
bumi bukan sekadar membawa wahyu berupa ibadah ritual. Membebaskan masyarakat
dari ketimpangan serta ketertindasan sosial bagian dari esensi hadirnya mereka.
Muhammad sampai harus diusir dari Mekah, Musa diburu-buru Firaun, Ibrahim akan
dipenggal dan dibakar oleh Namrud, Isa dikejar-kejar oleh penguasa suku. Karena
kegigihan dan keikhlasan di tengah hegemoni kekuasaan, mereka justru menjadi
Rasul terpilih (ulu al-azmi) yang spirit perjuangannya selalu dikenang dan
menjadi teladan pejuang kemanusiaan dalam menggelorakan perlawanan atas
penindasan.
Nabi
telah membebaskan kaum lemah Arab dari hegemoni penguasa di Arab. Melalui
dakwahnya, beliau mengangkat harkat dan martabat kaum budak, kaum miskin, dan
kaum perempuan. Mereka kemudian menjadi orang yang tangguh, dan menyerahkan
hidupnya untuk menopang perjuangan Nabi dalam membebaskan kaum Arab dari
penindasan sosial. Karena spirit inilah, Asghar Ali Engineer melihat Islam
sebagai agama pembebas dan Muhammad sebagai Nabi pembebas. Bagi Engineer, nabi
sukses melaksanakan tugas profetiknya dalam membebaskan kaum tertindas Arab,
dan bahkan Nabi menjadi teladan utama dunia dalam memangkas penindasan.
Kaum
tertindas yang dijelaskan dalam Alquran antara lain fakir, miskin, anak yatim,
peminta-minta, dan hamba sahaya. Mereka, dalam apa pun, termasuk konteks
keindonesiaan, adalah kaum tertindas. Ketertindasan bukan sekadar peminggiran
ekonomi, tetapi juga peminggiran hak-hak sosial, hak politik, dan budaya. Ada lagi ketertindasan secara psikologis, pembunuhan karakter hingga penindasan terhadap ekspresi seseorang. Tugas kita, lakukan perubahan dan perlawanan. Satu cara, hijrah !
Hormat Saya, Taufik Bilfagih
(Ketua Yayasan Al Hikam Cinta Indonesia)
Komentar