Missi
perdagangan Nabi dan Maishara, benar-benar dihiasi dengan berbagai ke ajaiban
terutama pada sektor pendapatan yang mengalami keuntungan berlipat ganda. Dalam
perjalanan pulang kembali ke Makkah, banyak orang melihat keanehan yang
terjadi, terutama Sitti Khadijah dan wanita-wanita lain sempat melihat ada awan
tebal yang melindungi Nabi dari ganasnya terik matahari. Dari melihat itu dari
atas rumah yang bertingkat miliknya.
Awan
tebal yang dimaksud terkesan seolah ada Malaikat sedang melindungi dari atas kepala Nabi. Sitti Khadijah tak sabar menunggu kafilah ini pulang untuk
mendengar langsung dari Maishara tentang hal ikhwal pengalaman empirik yang
berdasarkan fakta integritas dilapangan.
Dari
kisah pertemuan Maishara dengan pendeta dan menyangkut pesan-pesan moral
menyangkut keagungan Nabi, semua diungkap Maishara kepada majikannya Khadijah.
Tak
terbantahkan berdasarkan sejarah, ketika Khadijah sang Direktris kaya ini
memahami prihal keluhuran dan keagungan Nabi, maka Khadijah melamar Nabi untuk
dijadikan suaminya. Secara historis lamaran ini dilakukan Khadijah sendirj dengan
maksud ingin menyaksikan dan mencium langsung bau aroma dan ketampanan Nabi.
Menyambut maksud mulia dari wanita luhur ini, Nabi bergegas mendatangi pamannya
Abu Thalib dan menyerahkan urusan ini pada pamannya.
Baik
paman maupun semua keluarga Nabi menyetujui berdasarkan pertimbangan akhlak
Sitti Khadijah maupun pertimbangan garis nasabnya yang agung. Walau pertimbangan
kekayaan Kahdijah masuk dalam kategori salah satu yang tak kalah penting namun
hal itu bukanlah prioritas.
Untuk
memenuhi prasyarat dan tradisi bangsa Arab, maka Abu Thalib segera melakukan
balasan untuk melamar Khadijah sambil memperjelas bahwa Nabi memiliki perangai
kenabian yang luhur berdasarkan fakta-fakta yang mampu dibuktikan.
Abu
Thalib secara rinci memperkenalkan Siapa Nabi ini dan berbagai kepotret hidup
Nabi yang paripurna, semua itu tak di utarakan kepada Khadijah. Gemparlah kota
Makkah, bersukacitalah seluruh keluarga dan terlahirlah pernikahan itu
berdasarkan ketentuan Allah swt sejak zaman azali. Khadijah tak henti-hentinya
mensyukuri nikmat pernikahan ini sehingga mampu dibuktikannya dengan mentaati
dan tunduk pada semua instruksi Nabi.
Itulah
wanita termujur dan paling beruntung di alam semesta ini. Allah memilih
Khadijah untuk menjadi istri Nabi tentunya berdasarkan dari semua sisi ke
agungan Khadijah sendiri. Disaat perkawinan inilah Nabi menyampaikan bahwa
Allah telah memberikan gelar sebagai hadiah agung yakni
"Khadijatulkubra" yang bermakna Khadijah adalah wanita terbesar di
alam semesta di alam raya ini.
Para
pakar sejarah bersepakat bahwa Khadijah adalah mantan janda yang telah berusia
40 tahun ketika menikah dengan Nabi, akan tetapi dari berbagai analisis usia
tersebut belumlah dapat dijadikan hujjah yang akurat mengingat beberapa
pertimbangan mendasar. Antara lain mantan suami Khadijahah adalah Abu Halah
adalah teman sepermainan Nabi sewaktu masih kecil hingga remaja, sementara usia
Khadijah dengan mantan suaminya itu setaraf dan seumur. Namun bukanlah soal
usia yang menjadi acuan utama, karena berapapun usia Khadijah tetap tidak
mengurangi kecantikan dan keluhurannya.
Dari
perkawinn ini, Nabi dan Khadijah memperoleh putra-putri yang membawa
kebahagiaan. Tercatat; Sitti Rugaiyyah, Ummu Kalsum, Fatimah dan Qasim, semua
ini adalah putra-putri terlahir dari rahim Khadijatulkubra.
Dari
banyak sumber kita dapati bahwa dua putri Nabi Yakni Siti Ruqayah dan Ummu Kaltsum adalah anak
kandung Nabi bersama Siti Khadijah, yang belakangan keduanya dinikahi salah
seorang sahabat Nabi dia adalah Utsman bin Affan. Tentunya tatacara
perkawinannya tidak sekaligus, namun didahului dgn Siti Ruqayah yang berlangsung
tak lama karena meninggal dunia setelah mengidap penyakit yang cukup berat
kemudian Nabi menghadiahkan Ummu Kalsum sebagai pengganti isteri Utsman.
Terjadi
perbedaan pandangan dikalangan sejarawan tentang Siti Ruqayah dan Ummu Kalsum.
Ahlussunnah berpendapat bahwa kedua wanita ini, adalah putri-putri Nabi yang
terlahir melalui rahim Khadijah, namun golongan Syi'ah melihat bahwa kedua
wanita ini adalah anak angkat yang dipelihara Nabi hingga dewasa dan dikawinkan
dengan Utsman bin Affan.
Tentunya
bagi pembaca cukup korektif terhadap perbedaan pandangan dari dua perbedaan ini.
Walau demikian masing-masing pihak tentunya memiliki kekuatan data yang mesti
dipertahankan.
Disaat
usia Nabi beranjak 35 tahun, bangsa Quraisy Makkah memugar dan merenovasi kembali
bangunan Ka'bah. Beberapa titik kerusakan terjadi karena bias dari banjir besar
hingga melanda kota Makkah dan tentunya berakibat pada kerusakan Ka'bah.
Banjir
ini bermuara dari lembah besar yang dikenal dengan nama Lembah Abthah. Lokasi
ini memang disetiap tahun sering terjadi kebanjiran dan merupakan gangguan bagi
masyarakat sekitarnya.
Ada
hikmah besar dalam peristiwa pemugaran Ka'bah ini, yakni telah terjadi insiden
dikalangan suku dan ras terutama pada setiap suku elite.
Masalah
yang timbul adalah setiap kepala suku, sangat berambisi untuk mengambil peran
dalam meletakkan "batu hitam hajar
aswad" ditempat semula. Tercatat kurang lebih 30 suku terpandang yang
larut dalam kesalah fahaman itu. Setiap suku menghendaki agar ketua mereka yang
lebih utama dipercayakan untuk meletakkan batu hitam itu. Dari sikap egoisme
ini, melahirkan ketegangan semakin meruncing.
Secara
antropologi, walapun bangsa Arab Quraisy disaat itu belum menganut ajaran
Islam, penghormatan terhadap Ka'bah yang dipandang suci itu telah berakar
dihati. Pandangan mereka siapa yang menjadi pemegang kunci Ka'bah, dia paling
dihormati dan dijadikan rujukan bahkan referensi dalam segala permasalahan.
Itulah sebabnya setiap berhala sesembahan bangsa Arab tak heran jika mereka
tempatkan dalam Ka'bah dengan maksud agar berhala itu memiliki aurah hebat.
Arab
Quraisy ini masing-masing tak mau mengalah dalam upaya menempatkan Hajar Aswad
ditempat semula, bahkan ketegangan itu semakin tinggi yang menimbulkan setiap
suku bersumpah siap berperang jika Hajar Aswad di monopoli penempatannya oleh
satu suku.
Allah
memberi petunjuk dengan memunculkan rasa kesadaran sehingga mereka bersepakat untuk
bermusyawarah dalam rangka menentukan siapa Hakim yang akan memutuskan perkara
ini. Kesimpulannya adalah akan menyerahkan keputusan ini kepada siapa yg
mendahului masuk pintu sudut disisi Ka'bah.
Pagi
dinihari ketika fajar shadiq memancar, disaat fajar ifki menghindar, ketika
sinar kebenaran terbuka lebar, Allah perlihatkan mu'jizatNya yang akbar, mengirim
manusia Nabiul Mukhtar, sang kekasih tampil tegar, sang pembawa angin segar,
hilangkan pertikaian mata berbinar, itulah hakim bersama tampil tak gentar.
Nabi
didaulat menjadi Hakim dalam menyelesaikan problem yang timbul diantara mereka.
Pertunjuk Allahpun terjadi, Nabi membentangkan surban milik beliau dan Hajar
Aswad ditempatkan dalam surban. Setiap kepala klan/suku diminta untuk memegang
tepi surban itu dan sekaligus sama-sama mengangkat ke sudut ka'bah. Tangan Nabi
sendiri yang memegang Hajar Aswad kemudian dimasukkan ke tempat semula. Maka
hilanglah sengketa dan kesalahfahaman diantara mereka. Teriakan yel-yel kegembiraan
dan merasa keadilan terjadi, telah menempatkan posisi Nabi semakin dihormati,
disegani dan dicintai.
Gelar
Al-Amin tak terbantahkan lagi. Keadilan dan kearifan Nabi terpotret di
tengah-tengah masyarakat Makkah. Siapapun mangakui kecemerlangan Nabi sehingga
mampu memupus pertikaian yang nyaris melahirkan peperangan itu, berubah menjadi
islah perdamaian.
Sepeninggal
bunda Aminah, maka Ummu Aiman menyerahkan Nabi pada kakeknya Abdul Mutthalib
seorang kakek penyayang yang sejak bayi menaruh perhatian pada cucu itu. Abdul
Mutthalib adalah tokoh sentral sekaligus pemegang kunci Ka'bah. Kewibawaan dan
kharismatiknya tak terbantahkan. Tercatat dalam sejarah peristiwa Raja Abrahah
dan balatentaranya yang bermaksud menghancurkan Ka'bah, saat itu menjelang
detik-detik kelahiran Nabi saw. Dengan kepiawaian Abdul mutthalib pasukan Gajah itu dapat
dihalau dengan taktik yang tanpa pertumpahan darah di kota Makkah. Bahkan oleh
karena Mu'jizat kelahiran Nabi maka pasukan Abrahah itu digempur oleh
burung-burung ababil kiriman Allah.
Hari
dan bulan berlomba seolah berkompetisi dalam edaran masa, sementara perubahan
usia tak bisa dihalangi. Sejak usia 38 tahun, seringkali Nabi menyepi. Heroik
dan sirkuit kehidupan di seputar kota Makkah terlalu pahit dan menjijikkan
disaksikan Nabi. Dari persoalan cara-cara berdagang yang rentan dengan
merugikan sepihak, sikap para pemuka Quraisy yang tak mengenal rasa
kemanusiaan, cara-cara perbudakan yang serba kasar sampai persoalan membunuh
anak perempuan hidup-hidup, semua ini telah membuat dada Nabi sesak dan
membutuhkan solusi.
Nabi
membutuhkan tenaga supra dari Zat yang memiliki energi, setidaknya merevolusi
kondisi Makkah ke tombol peradaban. Nabi memilih waktu-waktu tepat untuk
menyepi, berbisik dan melaporkan pada Tuhan situasi Makkah yang dalam kondisi
serba terpuruk. Ditambah dengan patung arca yang telah menjadi tradisi turun
temurun disembah, semua ini sangat bertentangan dengan missi dan visi Nabi yang
akan dipertaruhkan kelak dikemudian hari.
Nabi
memilih Hira' lokasi goa yang tepat untuk menepi sejenak, sementara harus
melakukan ini seorang diri. Kekuatan Sang Istri Khadijatul Kubra yang cukup
berperan dalam rangka menunjukkan sikap kesetiaan atas Nabi. Karena apapun
alasan, Khadijah telah memahami siapa Nabi yang sebenarnya dan lebih dari itu,
paman khadijah telah sering meramalkan tentang kemuliaan Nabi kelak.
Semedi
adalah istilah Jawa yang diindonesiakan yang dalam laterlik Arab disebut
Khalwat. Kebiasaan khalwat sudah ditradisikan oleh para Aulia di bumi ini;
sebut saja sebagai contoh "Syekh
Abdul Qadir Jailany - Syekh Sitijenar dan banyak lagi aulia yang lain".
Upaya Khalwat dilakukan setelah melewati pengalaman empirik begitu panjang
kemudian ingin menyepi dalam kesendirian sambil kominikasi spritual dengan
Ilahi Zat sumber inspirasi setiap makhluk.
Dalam
meditasi yang berulang-ulang ini, Nabi mendapati berbagai pengalaman spiritual
yang sulit dibayangkan hebatnya. Sehingga sampailah suatu ketika muncul
peristiwa puncak yang oleh karena kejadian itu telah merubah konstelasi status pribadi beliau sekaligus
merubah tatanan di alam semesta ini.
Muhsin Bilfagih
Komentar