Tentang Nabi Saw (VI)


Missi perdagangan Nabi dan Maishara, benar-benar dihiasi dengan berbagai ke ajaiban terutama pada sektor pendapatan yang mengalami keuntungan berlipat ganda. Dalam perjalanan pulang kembali ke Makkah, banyak orang melihat keanehan yang terjadi, terutama Sitti Khadijah dan wanita-wanita lain sempat melihat ada awan tebal yang melindungi Nabi dari ganasnya terik matahari. Dari melihat itu dari atas rumah yang bertingkat miliknya.
 
Awan tebal yang dimaksud terkesan seolah ada Malaikat sedang melindungi  dari atas kepala Nabi. Sitti Khadijah tak sabar menunggu kafilah ini pulang untuk mendengar langsung dari Maishara tentang hal ikhwal pengalaman empirik yang berdasarkan fakta integritas dilapangan.

google
Maisharah banyak berdiskusi panjang dengan Khadijah sang pemilik modal yang penyayang itu tentang betapa agungnya Nabi dalam perjalanan missi perdagangan itu. Semua cerita hebat tentang Nabi tuntas dibentangkan Maishara yang membuat Sitti Khadijah semakin yakin akan kesempurnaan manusia yang super paripurna ini.

Dari kisah pertemuan Maishara dengan pendeta dan menyangkut pesan-pesan moral menyangkut keagungan Nabi, semua diungkap Maishara kepada majikannya Khadijah.

Tak terbantahkan berdasarkan sejarah, ketika Khadijah sang Direktris kaya ini memahami prihal keluhuran dan keagungan Nabi, maka Khadijah melamar Nabi untuk dijadikan suaminya. Secara historis lamaran ini dilakukan Khadijah sendirj dengan maksud ingin menyaksikan dan mencium langsung bau aroma dan ketampanan Nabi. Menyambut maksud mulia dari wanita luhur ini, Nabi bergegas mendatangi pamannya Abu Thalib dan menyerahkan urusan ini pada pamannya.

Baik paman maupun semua keluarga Nabi menyetujui berdasarkan pertimbangan akhlak Sitti Khadijah maupun pertimbangan garis nasabnya yang agung. Walau pertimbangan kekayaan Kahdijah masuk dalam kategori salah satu yang tak kalah penting namun hal itu bukanlah prioritas.

Untuk memenuhi prasyarat dan tradisi bangsa Arab, maka Abu Thalib segera melakukan balasan untuk melamar Khadijah sambil memperjelas bahwa Nabi memiliki perangai kenabian yang luhur berdasarkan fakta-fakta yang mampu dibuktikan.

Abu Thalib secara rinci memperkenalkan Siapa Nabi ini dan berbagai kepotret hidup Nabi yang paripurna, semua itu tak di utarakan kepada Khadijah. Gemparlah kota Makkah, bersukacitalah seluruh keluarga dan terlahirlah pernikahan itu berdasarkan ketentuan Allah swt sejak zaman azali. Khadijah tak henti-hentinya mensyukuri nikmat pernikahan ini sehingga mampu dibuktikannya dengan mentaati dan tunduk pada semua instruksi Nabi.
Itulah wanita termujur dan paling beruntung di alam semesta ini. Allah memilih Khadijah untuk menjadi istri Nabi tentunya berdasarkan dari semua sisi ke agungan Khadijah sendiri. Disaat perkawinan inilah Nabi menyampaikan bahwa Allah telah memberikan gelar sebagai hadiah agung yakni "Khadijatulkubra" yang bermakna Khadijah adalah wanita terbesar di alam semesta di alam raya ini.

Para pakar sejarah bersepakat bahwa Khadijah adalah mantan janda yang telah berusia 40 tahun ketika menikah dengan Nabi, akan tetapi dari berbagai analisis usia tersebut belumlah dapat dijadikan hujjah yang akurat mengingat beberapa pertimbangan mendasar. Antara lain mantan suami Khadijahah adalah Abu Halah adalah teman sepermainan Nabi sewaktu masih kecil hingga remaja, sementara usia Khadijah dengan mantan suaminya itu setaraf dan seumur. Namun bukanlah soal usia yang menjadi acuan utama, karena berapapun usia Khadijah tetap tidak mengurangi kecantikan dan keluhurannya.

Dari perkawinn ini, Nabi dan Khadijah memperoleh putra-putri yang membawa kebahagiaan. Tercatat; Sitti Rugaiyyah, Ummu Kalsum, Fatimah dan Qasim, semua ini adalah putra-putri terlahir dari rahim Khadijatulkubra.

Dari banyak sumber kita dapati bahwa dua putri Nabi Yakni  Siti Ruqayah dan Ummu Kaltsum adalah anak kandung Nabi bersama Siti Khadijah, yang belakangan keduanya dinikahi salah seorang sahabat Nabi dia adalah Utsman bin Affan. Tentunya tatacara perkawinannya tidak sekaligus, namun didahului dgn Siti Ruqayah yang berlangsung tak lama karena meninggal dunia setelah mengidap penyakit yang cukup berat kemudian Nabi menghadiahkan Ummu Kalsum sebagai pengganti isteri Utsman.

Terjadi perbedaan pandangan dikalangan sejarawan tentang Siti Ruqayah dan Ummu Kalsum. Ahlussunnah berpendapat bahwa kedua wanita ini, adalah putri-putri Nabi yang terlahir melalui rahim Khadijah, namun golongan Syi'ah melihat bahwa kedua wanita ini adalah anak angkat yang dipelihara Nabi hingga dewasa dan dikawinkan dengan Utsman bin Affan.

Tentunya bagi pembaca cukup korektif terhadap perbedaan pandangan dari dua perbedaan ini. Walau demikian masing-masing pihak tentunya memiliki kekuatan data yang mesti dipertahankan.

Disaat usia Nabi beranjak 35 tahun, bangsa Quraisy Makkah memugar dan merenovasi kembali bangunan Ka'bah. Beberapa titik kerusakan terjadi karena bias dari banjir besar hingga melanda kota Makkah dan tentunya berakibat pada kerusakan Ka'bah.

Banjir ini bermuara dari lembah besar yang dikenal dengan nama Lembah Abthah. Lokasi ini memang disetiap tahun sering terjadi kebanjiran dan merupakan gangguan bagi masyarakat sekitarnya.
Ada hikmah besar dalam peristiwa pemugaran Ka'bah ini, yakni telah terjadi insiden dikalangan suku dan ras terutama pada setiap suku elite.

Masalah yang timbul adalah setiap kepala suku, sangat berambisi untuk mengambil peran dalam meletakkan  "batu hitam hajar aswad" ditempat semula. Tercatat kurang lebih 30 suku terpandang yang larut dalam kesalah fahaman itu. Setiap suku menghendaki agar ketua mereka yang lebih utama dipercayakan untuk meletakkan batu hitam itu. Dari sikap egoisme ini, melahirkan ketegangan semakin meruncing.

Secara antropologi, walapun bangsa Arab Quraisy disaat itu belum menganut ajaran Islam, penghormatan terhadap Ka'bah yang dipandang suci itu telah berakar dihati. Pandangan mereka siapa yang menjadi pemegang kunci Ka'bah, dia paling dihormati dan dijadikan rujukan bahkan referensi dalam segala permasalahan. Itulah sebabnya setiap berhala sesembahan bangsa Arab tak heran jika mereka tempatkan dalam Ka'bah dengan maksud agar berhala itu memiliki aurah hebat.

Arab Quraisy ini masing-masing tak mau mengalah dalam upaya menempatkan Hajar Aswad ditempat semula, bahkan ketegangan itu semakin tinggi yang menimbulkan setiap suku bersumpah siap berperang jika Hajar Aswad di monopoli penempatannya oleh satu suku.

Allah memberi petunjuk dengan memunculkan rasa kesadaran sehingga mereka bersepakat untuk bermusyawarah dalam rangka menentukan siapa Hakim yang akan memutuskan perkara ini. Kesimpulannya adalah akan menyerahkan keputusan ini kepada siapa yg mendahului masuk pintu sudut disisi Ka'bah. 

Pagi dinihari ketika fajar shadiq memancar, disaat fajar ifki menghindar, ketika sinar kebenaran terbuka lebar, Allah perlihatkan mu'jizatNya yang akbar, mengirim manusia Nabiul Mukhtar, sang kekasih tampil tegar, sang pembawa angin segar, hilangkan pertikaian mata berbinar, itulah hakim bersama tampil tak gentar.

Nabi didaulat menjadi Hakim dalam menyelesaikan problem yang timbul diantara mereka. Pertunjuk Allahpun terjadi, Nabi membentangkan surban milik beliau dan Hajar Aswad ditempatkan dalam surban. Setiap kepala klan/suku diminta untuk memegang tepi surban itu dan sekaligus sama-sama mengangkat ke sudut ka'bah. Tangan Nabi sendiri yang memegang Hajar Aswad kemudian dimasukkan ke tempat semula. Maka hilanglah sengketa dan kesalahfahaman diantara mereka. Teriakan yel-yel kegembiraan dan merasa keadilan terjadi, telah menempatkan posisi Nabi semakin dihormati, disegani dan dicintai.

Gelar Al-Amin tak terbantahkan lagi. Keadilan dan kearifan Nabi terpotret di tengah-tengah masyarakat Makkah. Siapapun mangakui kecemerlangan Nabi sehingga mampu memupus pertikaian yang nyaris melahirkan peperangan itu, berubah menjadi islah perdamaian.

Sepeninggal bunda Aminah, maka Ummu Aiman menyerahkan Nabi pada kakeknya Abdul Mutthalib seorang kakek penyayang yang sejak bayi menaruh perhatian pada cucu itu. Abdul Mutthalib adalah tokoh sentral sekaligus pemegang kunci Ka'bah. Kewibawaan dan kharismatiknya tak terbantahkan. Tercatat dalam sejarah peristiwa Raja Abrahah dan balatentaranya yang bermaksud menghancurkan Ka'bah, saat itu menjelang detik-detik kelahiran Nabi saw. Dengan kepiawaian  Abdul mutthalib pasukan Gajah itu dapat dihalau dengan taktik yang tanpa pertumpahan darah di kota Makkah. Bahkan oleh karena Mu'jizat kelahiran Nabi maka pasukan Abrahah itu digempur oleh burung-burung ababil kiriman Allah.

Hari dan bulan berlomba seolah berkompetisi dalam edaran masa, sementara perubahan usia tak bisa dihalangi. Sejak usia 38 tahun, seringkali Nabi menyepi. Heroik dan sirkuit kehidupan di seputar kota Makkah terlalu pahit dan menjijikkan disaksikan Nabi. Dari persoalan cara-cara berdagang yang rentan dengan merugikan sepihak, sikap para pemuka Quraisy yang tak mengenal rasa kemanusiaan, cara-cara perbudakan yang serba kasar sampai persoalan membunuh anak perempuan hidup-hidup, semua ini telah membuat dada Nabi sesak dan membutuhkan solusi.

Nabi membutuhkan tenaga supra dari Zat yang memiliki energi, setidaknya merevolusi kondisi Makkah ke tombol peradaban. Nabi memilih waktu-waktu tepat untuk menyepi, berbisik dan melaporkan pada Tuhan situasi Makkah yang dalam kondisi serba terpuruk. Ditambah dengan patung arca yang telah menjadi tradisi turun temurun disembah, semua ini sangat bertentangan dengan missi dan visi Nabi yang akan dipertaruhkan kelak dikemudian hari.

Nabi memilih Hira' lokasi goa yang tepat untuk menepi sejenak, sementara harus melakukan ini seorang diri. Kekuatan Sang Istri Khadijatul Kubra yang cukup berperan dalam rangka menunjukkan sikap kesetiaan atas Nabi. Karena apapun alasan, Khadijah telah memahami siapa Nabi yang sebenarnya dan lebih dari itu, paman khadijah telah sering meramalkan tentang kemuliaan Nabi kelak.

Semedi adalah istilah Jawa yang diindonesiakan yang dalam laterlik Arab disebut Khalwat. Kebiasaan khalwat sudah ditradisikan oleh para Aulia di bumi ini; sebut saja sebagai contoh  "Syekh Abdul Qadir Jailany - Syekh Sitijenar dan banyak lagi aulia yang lain". Upaya Khalwat dilakukan setelah melewati pengalaman empirik begitu panjang kemudian ingin menyepi dalam kesendirian sambil kominikasi spritual dengan Ilahi Zat sumber inspirasi setiap makhluk.
 
Dalam meditasi yang berulang-ulang ini, Nabi mendapati berbagai pengalaman spiritual yang sulit dibayangkan hebatnya. Sehingga sampailah suatu ketika muncul peristiwa puncak yang oleh karena kejadian itu telah merubah  konstelasi status pribadi beliau sekaligus merubah tatanan di alam semesta ini.



 Muhsin Bilfagih



Komentar