Fenomena simbolik dalam al-Qur’an, dari
unsurnya yang terkecil yaitu huruf dan angka, hingga fenomena terbesar yaitu
susunan juz, merupakan pusat perhatian studi ini. Sebab apabila diperhatikan
secara kritis, al-Qur’an sebagaimana kita kenal, sebenarnya tidak ahanya berisi
susunan ayat. Sebaliknya, al-Qur’an berisi susunan berbagai unsur simbolik yang
terjalin satu sama lain ke dalam suatu formulasi yang sistematik.
Unsur ayat atau bahasa dan kosa kata, dalam
susunan al-Qur’an memang lebih tampak dominan, dan itulah satu-satunya fenomena
simbolik yang selalu menjadi pusat perhatian umat Islam selama ini. Persepsi
kita tentang al-Qur’an bahwa al-Qur’an tidak lain berisi makna dan pesan yang
terkandung dibalik diktum bahasa, yang disebut sebagai ayat.
Tetapi betul bahwa al-Qur’an itu hanya
terdiri dari susunan ayat, yang jumlahnya 6236 itu? 1) Ternyata
tidak. Jika kita mencoba membuka-buka al-Qur’an dan mengamatinya secara teliti,
kita akan menemukan berbagai unsur simbolik selain ayat, yaitu huruf, angka,
surat, juz, dan tanda ‘ain. Unsur simbolik tersebut terkait satu sama lain
secarasistematik.
Jika kita mengajukan berbagai pertanyaan
kritis mengenai apa maksud dan ilmu di balik unsur simbolik tersebut di atas,
maka kita akan menghadapi kesulitan dalam menemukan jawabannya. Sebab
penjelasan konvensional jelas tidak akan memberikan jawaban memuaskan.
Misalnya, jika simbol juz hanya diartikan sebagai bab atau bagian, lantas di
mana letak keilmuan juz. Kenapa al-Qur’an disusun dalam bagian-bagian yang
disebut sebagai juz, dan kenapa jumlahnya mesti 30? Kenapa pembagian juz tidak
didasarkan atas surat-surat utuh, tetapi justru didasarkan atas unit ayat dan
tanda ‘ain. Pertanyaan tersebut sangat menggelitik dan sulit ditemukan
jawabanya.
Masih ada lagi pertanyaan, apakah tanda
‘ain itu hanya cukup diartikan sebagai tanda berhenti membaca. Kenapa mesti
huruf ‘ain yang digunakan, bukan huruf lainnya. Jawaban pertanyaan tersebut
juga tidak dapat diperoleh melalui hadits maupun ayat al-qur’an itu sendiri.
Buku kecil ini akan mencoba memberikan
jawaban mengenai berbagai persoalan yang barangkali pernah muncul di antara
kita, khususnya pertanyaan yang berkaitan dengan susunan atau format al-Qur’an.
Kenapa fenomena simbolik diatas perlu mendapat penjelasan secara proporsional,
sebab apabila diamati secara jeli, banyak fenomena simbolik al-Qur’an yang
unik, yang mustahil di balik keunikan tersebut tidak ada makna keilmuannya.
Berbagai unsur simbolik atau sandi yang
dapat kita temui, dan yang akan menjadi agenda pembahasan dalam buku kecil ini
antara lain:
1. Huruf dan Angka
Huruf al-Qur’an merupakan unsur terkecil
dalam setiap rangkaian kata, baik itu nama surat, ataupun kalimat yang sering
disebut sebagai ayat al-Qur’an. Apabila kita asumsikan bahwa al-Qur’an terdiri
atas susunan huruf, dan ketika huruf al-Qur’an 2)kita perlakukan
sebagai sandi, ia akan berbicara kepada kita, dan akan menampakkan dirinya
seolah-olah sebagai sesuatu yang hidup. Misalnya, huruf al-Qur’an akan menampakkan
perubahan pada dirinya. Ketika ia berada sendirian, atau ketika ia berada pada
posisi tertentu dalam rangkaian kata, akan tampak perubahan bentuk yang
dialaminya. Dengan kata lain, huruf al-Qur’an memiliki daya hidup dan karakter
tertentu, yang berbeda antara satu huruf dengan huruf lainnya.
Oleh karena itu, ketika huruf al-Qur’an itu
dibaca, atau disentuh oleh mata manusia pembacanya, ia dapat membangkitkan
suatu kekuatan, dan gelombang energetic yang begitu besar. Di sinilah makna
subyektif bacaan sandi al-Qur’an, bahwa makna itu terletak pada manusia si
pembacanya. Itulah mengapa, ada kata “pepatah” yang menyatakan; Apabila
seseorang membaca al-Qur’an satu huruf pun ia akan memperoleh pahala.
Angka di dalam al-Qur’an merupakan bentuk
simbolik lain dari huruf. Si dalam al-Qur’an, terdapat angka-angka yang
mustahil penempatan dan pemilihannya bersifat arbitrer atau kebetulan.
Misalnya, angka ke-2 dalam al-Qur’an, bisa bermakna surat ke-2, yaitu
al-Baqarah, juz ke-2 yang terdiri dari
surat al-Baqarah (ayat 142 s/d 252), huruf atau abjad kedua, yaitu (ب), atau ayat ke-2 dari
setiap surat, fenomena angka, baik itu nomor surat maupun jumlah ayat dalam
surat-surat, mencerminkan suatu susunan “benang kusut” yang tidak tampak mana
ujung dan pangkalnya.
Selama ini, dimensi angka tidak pernah
dipertimbangkan sebagai suatu sumber keilmuan. Padahal angka-angka di dalam
al-Qur’an merupakan petunjuk atau kompas, tentang adanya hubungan antara ayat
dan ayat, antara surat dan surat, antara surat dan juz dan sebagainya.
Sebagaimana huruf, angka juga memiliki
makna simbolik dan sekaligus karakteristik
atau misteri. Katakanlah, ada makna simbolik, misteri, dan sekaligus
karakteristik tertentu di balik angka. Misal, apa misteri, karakter,, dan makna
simbolik di balik angka 7, 9, 1, 13, 19, dan sebagainnya? Itulah mengapa, dalam
peradaban tertentu, terdapat angka yang dianggap memiliki misteri di baliknya.
Apa sesungguhnya makna di balik angka dalam al-Qur’an itu?
2. Susunan dan Jumlah
Ayat dalam al-Qur’an merupakan kesatuan
huruf. Dalam konvensi kita selama ini, apa yang dipahami sebagai ayat 3)
tidak lain susuna huruf yang telah menjadi kata atau kalimat. Ayat merupakan
susunan huruf yang telah menjadi kata atau kalimat dan memiliki posisi pada
urutan tertentu dalam suatu kesatuan ayat yang disebut surat. Misalnya, kata
(__________), ayat pertama pada surat ke-2 (al-Baqarah), atau pada surat ke-44
(ad-Dukhan), dan sebagainya.
Ketika ayat al-Qur’an dibaca secara cermat
dan dihayati secara menyeluruh, ayat memberikan makna dan getaran tertentu yang
berbeda-beda antara satu ayat dengan ayat yang lain. Getaran itu muncul bukan
karena makna bahasanya, tetapi karena huruf al-Qur’an itu sendiri yang memiliki
kekuatan membangkitkan energi dalam tubuh manusia dan alam semesta. Itulah
makna subyektif ayat al-Qur’an, yakni ketika ia dibaca oleh manusia. Sedangkan
aspek simboliknya terletak pada susunan huruf atau sandi tertulis.
Al-Qur’an tidak hanya memberikan makna
subyektif, yaitu getaran spiritual ketika dibaca, tetapi juga menampakkan makna
obyektif dan simboliknya. Misalnya, di dalam al-Qur’an terdapat banyak ayat
yang, kalau diucapkan atau dibunyikan sama, tetapi susunan hurufnya berbeda,
dan berada pada surat dan juz yang berbeda pula. Banyak ayat yang bunyi dan
artinya sama, tetapi diulang berkali-kali.
3. Nama –nama Surat
Unsur surat dalam al-Qur’an merupakan
kesatuan atau unit ayat. Keseluruhan ayat al-Qur’an yang jumlahnya 6236 itu,
dikelompokkan ke dalam 114 unit, yang masing-masing unit diberi nama. Kesatuan
ayat yang kemudian diberi nama itulah yang kita kenal sebagai surat. Nama surat
cukup unik, sebagian menggambarkan historic tertentu, sebagian lainnya
menggambarkan realitas budaya, manusia, dan susunan jagat raya (kosmik).
Jika kita berpikir esensial, maka dimanakah
sebenarnya dimensi obyektif al-Qur’an itu? Apakah ia berada di dalam kertas, tulisan,
atau lembaran itu? Atau, berada di alam semesta. Ambillah contoh nama surat di
bawah ini :
1. Surat ke-2 Sapi Betina (___________________)
jumlah ayat 286
2. Surat ke-6 Binatang Ternak (___________________) jumlah ayat 165
3. Surat ke-91 Matahari (___________________) jumlah ayat 15
4. Surat ke-54 Rembulan (___________________) jumlah ayat 55
5. Surat ke-53 Bintang (___________________) jumlah ayat 62
6. Surat ke-15 Batu (___________________) jumlah ayat 99
7. Surat ke-76 Manusia (___________________) jumlah ayat 31
Sekali lagi, pertanyaan yang diajukan: Di
manakah aspek obyektif-empirik al-Qur’an itu berada? Di atas kertas yang
tertulis itu, atau di alam semesta sekeliling kita? Jawabannya jelas bukan di
al-Qur’an sebagai lembaran kertas yang tertulis itu. Apa yang ada di atas
kertas al-Qur’an, hanyalah berupa tulisan atau sandi, yang hanya memiliki makna
simbolik.
Kita berasumsi bahwa semua nama surat
mengandung makna atau segi obyektifnya, baik makna tersebut ada pada diri
manusia ataupun berada di alam semesta. Dengan demikin kita bisa memahami makna
surat yang ada di dalam al-Qur’an. Misalnya nama surat seperti; matahari,
bulan, bintang, binatang ternak, rembulan, sapi betina, air, udara, api atau
cahaya. Bahkan nama surat yang hanya terdiri atas satu sandi saja, yaitu
(_______) dan (_______), atau nama surat yang hanya terdiri atas dua sandi
huruf, yaitu (_______) dan (_______) pun memiliki dimensi obyektif, yang berada
pada diri manusia.
Jika kita membaca surat-surat tertentu dalam
al-Qur’an, 4) setiap surat atau unit ayat akan memberikan makna yang
berbeda-beda. Dengan demikian kita dapat membedakan, misalnya bagaimana rasanya
membaca surat al-Baqarah dengan surat al-Jin, terutama apabila kita memiliki
kepekaan dan kecermatan tinggi. Kepekaan kita ketika membaca al-Qur’an, akan
dapat membedakan bagaimana surat itu memberikan rasa subyektif atau
menampakkanj karakter tertentu. Karena itulah maka setiap kesatuan ayat
tertentu dalam al-Qur’an, di samping memiliki angka, juga memiliki nama. Dasar
penanaman suatu surat dan pemberian angka baik jumlah ayat maupun nomor urut di
antara surat-surat karena ia memang memiliki karakter tertentu pada dirinya.
4. Pembagian Juz
Fenomena juz dala al-Qur’an merupakan
kesatuan ayat dan atau surat. Di dalam setiap juz, terdapat unsur ayat, surat
dan sekaligus tanda ‘ain. Selama ini, juz hamper tidak pernah memperoleh
perhatian, dan hanya dianggap sebagai bagian atau bab saja. Padahal, mustahil
pembagian ayat dan surat ke dalam inut juz yang jumlahnya 30 itu, dilakukan
secara asal-asalan. Dan, siapa yang berani merubah susunan juz dalam al-Qur’an?
Kenapa juz Amma atau juz ke-30 sering dipisah dari al-Qur’an secara keseluruhan
dan sering dianggap sebagai al-Qur’an kecil, sedangkan juz lain tidak? Lantas
kalau begitu, apa makna esensial juz itu?
5. Tanda ‘Ain (Ruku’)
Tanda ‘ain yang berada di kanan kiri
halaman al-Qur’an merupakan kesatuan ayat dalam jumlah dan posisi tertentu,
baik dari surat maupun dari juz. Penempatan tanda ‘ain pada posisi tertentu dalam
al-Qur’an, juga tidak dilakukan secara sembarangan. Tetapi sebaliknya,
penempatan tanda ‘ain pada posisi tertentu dilakukan atas dasar perhitungan dan
keilmuan tertentu.
Selama ini, tanda ‘ain atau ruku’ hanya
dipahami sebagai tanda berhenti membaca. Padahal, kenapa tanda pemberhentian
membaca mesti menggunakan tanda ‘ain, bukan huruf yang lain, dan kenapa mesti
dibubuhi angka di dalamnya? Huruf ‘ain itu sendiri huruf atau abjad ke-18, dan
dalam setiap halaman al-Qur’an, dalam standar Mushaf Utsmani, juga terdiri atas
18 baris. Pertanyaan kemudian, apa sebenarnya makna esensial tanda ‘ain itu?
6. Susunan Ayat dan Surat
Dalam al-Qur’an Mushaf Utsmani, setiap
halaman terdiri atas ayat utuh. Artinya, jumlah ayat dalam setiap halaman sudah
bersifat paten, sehingga bila ada salah satu halaman saja yang dirusak, atau
dirubah jumlah ayatnya, maka rusaklah keseluruhan Mushaf tersebut. Meskipun
jumlah ayat dalam setiap halaman berbeda-beda, tetapi jumlah baris dalam setiap
halaman sebanyak 18 kecuali pada halaman 2 dan 3, yang sering disebut sebagai
Ummul Qur’an. Persoalan kemudian, apa makna angka 18 dan apa rahasia di balik
angka baris al-Qur’an itu?
7. Tanda Baca atau Syakal
Pada masa awal pencatatan al-Qur’an,
diperkirakan tanda baca belum ada, atau belum dibubuhkan. Hal ini diperkirakan
bukan karena orang Arab tahu benar bagaimana membaca rangkaian huruf yang telah
tersusun ke dalam satuan kata yang bermakna verbal. Tatapi lebih disebabkan
pada esensi al-Qur’an itu sendiri yang lebih merupakan rangkaian sandi huruf.
Baru kemudian, pada saat dilakukan
penyusunan al-Qur’an ke dalam Mushaf atau lembaran sebagaimana kita kenal saat
ini, tanda baca mulai dibubuhkan. Tujuannya antara lain, agar susunan huruf
juga dapat dipahami dengan kaidah kebahasaan Arab. Dengan itulah maka al-Qur’an
kemudian dapat dialih-bahasakan ke berbagai bahasa. Padahal tak ada anjuran
bagi kita untuk menerjemahkan al-Qur’an, yang ada hanyalah anjuran untuk
membacanya secara tadarus.
Untuk itu, terlebih dahulu mengenal tanda
baca. Tanda baca yang dapat dikenal dalam al-Qur’an :
1. ( ---- ) sering disebut sebagai dommah, yang
kedudukannya marfu’ (diangkat atau
ditinggalkan).
2. ( ---- ) sering disebut sebagai fathah yang berarti bukaan, dan kedudukannya adalah nasab (dibatasi),
3. ( ---- ) sering disebut sebagai kasrah, yang kedudukannya dikristalkan atau dipadatkan (jaar)
4. ( ---- ) sering disebut sebagai sukun, atau jazm, yang
kedudukannya kosong atau mati
5. ( ---- ) sering disebut sebagai fathah panjang atau mad, yang kedudukannya sama dengan alif, atau alif mati
6. ( ---- ) sering disebut sebagai tasydiid atau syaddah, yang kedudukannya adalah ditekankan atau
dikuadratkan
7. ( ---- ) sering disebut sebagai fathatain, dobel fathah
8. ( ---- ) sering disebut sebagai kasratain, dobel kasrah
9. ( ---- ) sering disebut sebagai dommatain, tanwin dommah
Dalam ilmu Nahwu atau Ilmu
Tajwid, tanda baca semacam itu sangat diperhatikan, sebagai upaya untuk
mentashih bacaan al-Qur’an yang dibunyikan
atau dilafadzkan.
Komentar
gan, ada dalam bentuk buku gak tulisan di atas?? byar lbih jelas...