Fenomenalogi Al Qur'an: Pendekatan Holistik


Semua fenomena simbolik di atas diasumsikan dan sekaligus telah dibuktikan memiliki makna atau pesan keilmuan. Proposisi ini kelihatan seolah mengada-ada. Tetapi dengan dasar asumsi bahwa tak ada sandi tertulis dalam al-Qur’an yang tidak mengandung maksud dan pesan keilmuan, maka seluruh sandi apapun bentuknya memiliki maksud.
Apabila kita ambil padanan ayat, yang apabila diartikan ke dalam bahasa kita, menyatakan bahwa tidak ada ciptaan Tuhan yang sia-sia, maka setiap fenomena simbolik dalam al-Qur’an tentunya juga jangan dianggap sia-sia, tidak ada sandi yang tertulis dalam al-Qur’an tidaklah berdiri sendiri-sendiri, melainkan saling terkait dan terjalin satu sama lain ke dalam suatu kesatuan yang utuh, yaitu al-Qur’an itu sendiri. Masing-masing sandi saling memberikan makna simbolik terhadap lainnya. Inilah yang kita kenal sebagai konsep atau pendekatan holistic dan sistematik. Sejauh yang kita kenal, konsep holistic dan dan sistematik masih cukup relevan guna memahami fenomena simbolik al-qur’an.
Pendekatan holistic di sini dapat dilukiskan dalam bentuk gambar. Apabila system simbolik al-Qur’an digambar dalam bentuk lingkaran, maka akan tampak sebagai berikut :





Lingkaran tersebut diatas mengandaikan bahwa tak ada salah satu segmen yang lebih penting dari yang lain. Masing-masing segmen (unsur) saling terkait dan saling memberikan makna terhadap keseluruhan.
Sampai di sini jelaslah, bahwa al-Qur’an tidak hanya terdiri dari susunan ayat. Tetapi sebaliknya, al-Qur’an terdiri atas susunan simbolik yang saling terkait, antara huruf, ayat, surat, angka, juz, ‘ain, dan lain-lain. Unsur tersebut, kecuali ayat, memang selama ini hampr tak pernah diperhatikan secara cermat, apalagi diandaikan memiliki pesan ilmuan. Padahal, apabila unsur tersebut dikaji secara mendalam, akan memberikan nuansa keilmuan dan pemahaman baru bagi kita, khususnya pemahaman mengenai makna al-Qur’an bagi manusia.

Catatan :
1.           Penelitian secara cermat, menunjukkan bahwa jumlah ayat dalam al-Qur’an sebanyak 6236, bukan 6666 sebagaimana sering ditulis. Hal ini merupakan tantangan bagi kita untuk melacak dan menemukan sumber yang menyatakan bahwa jumlah ayat al-Qur’an itu 6666
2.           Dalam buku ini sengaja digunakan istilah huruf al-Qur’an, bukan huruf Arab. Ini dimaksudkan untuk mengeliminir perselisihan pendapat, apakah al-Qur’an itu bahasa Arab atau bahasa khas Qurani.
3.           Makna formal ayat ialah susunan huruf, baik susunan itu telah menjadi kata, kalimat, ataupun tidak. Ayat al-Qur’an tersusun dari huruf al-Qur’an yang kemudian memiliki posisi tertentu dalam suatu surat tertentu. Makna esensial ayat sebenarnya sandi, baik sandi itu berupa huruf, kata, ataupun kalimat. Dengan demikian, jika unsur terkecil al-Qur’an adalah ayat, maka yang di maksud ayat ialah huruf atau angka.
4.           Membaca surat dalam hal ini secara implicit membaca ayat yang ada dalam surat.