Bertanya Tentang Mabrur


Saat ini sedang musim haji. Rumah-rumah yang ditinggalkan para calon haji ramai di “ziarahi” oleh tetangga, keluarga, dan karib kerabat. Ada yang ikut membaca amaliah-amaliah khusus, ada juga yang hanya sekadar berkunjung menyapa kepada keluarga yang ditinggalkan. Pemandangan seperti ini senantiasa eksis hampir diseluruh daerah. Namun, ada juga mereka yang beribadah ke tanah suci justru tidak diketahui orang lain.

Kebetulan, paman saya tahun ini berangkat. Ia berhaji dengan jalur ONH Plus, bukan reguler. Ketika sebagian calon haji sudah menuju baitullah, paman dan rekan-rekan seklotermya masih di tanah air. Beberapa hari yang lalu paman mengundang keluarga, termasuk saya ikut hadir. Sang paman membuat acara yang sering disebut pelepasan haji.

Seorang ustad kondang mengisi ceramah tentang hikmah haji. Materi tausiahnya sangat menggugah. Beliau menjelaskan panjang lebar agar para calon haji berupaya untuk mendapat predikat mambrur.

Selesai acara, saya merapat kepada si ustadz.

“Manakah yang mabrur: Yang mempersiapkan bekal atau yang diberi bekal? Yang berjalan kaki atau yang berkendaraan? Yang mendapat ratusan juta dari penjualan tanah atau yang menabung puluhan tahun? Yang menang bonus MLM atau berusaha melalui dagangannya? Yang memanfaatkan peluang sebagai TKI/TKW di Arab Saudi atau yang datang kesana dengan penerbangan umum? Yang reguler atau ONH Plus? Yang menginap di hotel megah atau di tenda-tenda kumuh?” Pertanyaan saya yang bertele-tele kepada ustadz.

“Mabrurnya haji itu tidak diukur dari cara memperoleh bekal. Tidak juga dari tempat tinggal atau dari tingkat kepayahannya dalam menjalankan haji. Haji adalah perjalanan ruhani dari rumah-rumah yang selama ini mengugkung mereka menuju Rumah Tuhan. Haji yang mabrur adalah haji yang berhasil mencampakkan sifat-sifat hewaniah dan menyerap sifat-sifat rabbaniyah (ketuhanan)”. Pangkas ustadz.

“Di Indonesia, banyak orang beruntung naik haji, kendati tidak mempersiapkan bekal lahiriah. Mereka diberi bekal dan tidak mengalami kesulitan. Setidaknya ada lima jenis haji dalam kelompok ini. Pertama, mereka yang ditunjuk pemerintah untuk membimbing, melayani kesehatan dan memberi jasa kepada para jama’ah. Kedua, tokoh muslim yang direkrut oleh perusahaan ONH Plus untuk merekrut banyak konsumen. Ketiga, mereka yang memenangkan perlombaan (hadiah atau haji bonus). Keempat, bantuan rekan, kerabat atau keluarga yang ingin menyampaikan terimakasih atau sejenisnya. Terakhir, kelima, mereka yang mendapat kesempatan karena sebagai penyelenggara bisnis haji.”

“Nah, bagaimanapun cara mereka sehingga mendapat kesempatan berhaji (selama itu halal) tidak menjadi persoalan. Kemampuan untuk mendapatkan bekal atau kendaraan tidak jadi ukuran. Tetapi kesanggupan meninggalkan rumah-rumah kita yang kotor supaya bisa beristirahat di Rumah Allah yang suci. Bila berhasil, berarti Anda Mabrur.” Begitu kata Ustadz.

Jama’aah,,,, yeee.. oh... jama’aah... Al hamdu,lillaaaaaah...