Pada hakekatnya, manusia mencari ketenangan dan kebahagiaan dunia dan akhirat. Kita bersyukur dunia semakin maju, kehidupan semakin melimpah, tetapi ternyata duniawi belum memberikan ketenangan mutlak. Salah satu konsep dan resep agar mendapat kebahagiaan lahir batin adalah dengan mempelajari tasawuf.
Sungguh penting bertasawuf, namun hati-hati, bertasawuf tanpa ilmu terkadang menimbulkan penyelewengan syari’at, sehingga timbullah keresahan dan perpecahan.
Saya sama sekali bukan ahlinya, tetapi dengan segala keterbatasan ilmu dan pengalaman, saya mencoba untuk membubuhkan tulisan ringan ini untuk dipersembahkan buat kalangan sendiri, walaupun isi materi dan gagasan-gagasannya belum memadai.
Sesungguhnya, ilmu menempati posisi termulia, martabat tertinggi, keagungan teratas dan keuntungan yang bermanfaat. Sebab dengan ilmu, seseorang bisa bertauhid kepada Allah yang khusus ditempatkan pada sumber pengetahuan agama; Awalu al-diin ma’rifatullah. Orang-orang yang memiliki ilmu disebut ulama, sedang ulama adalah pewaris dan pelanjut para Nabi dan Rasul.
Ulama adalah orang-orang yang sangat mengenal para Nabi dan Rasul. Dalam hal ini tertulis dalam Al-Qur’an surat Al-Fathir ayat 32:
Artinya:
Kemudian Kitab itu kami wariskan kepada orang-orang yang kami pilih di antara hamba-hamba kami, lalu di antara mereka ada yang menganiaya diri mereka sendiri dan di antara mereka ada yang pertengahan dan diantara mereka ada (pula) yang lebih dahulu berbuat kebaikan dengan izin Allah. yang demikian itu adalah karunia yang amat besar.
Dikuatkan dengan hadits Nabi:
Ulama adalah pewaris Nabi, karena mereka memiliki ilmu. Seluruh penghuni langit mencitai mereka dan penghuni lautan memohon ampun untuk mereka hingga kiamat.
Dalam tulisan ini, saya akan mencoba memaparkan lebih jauh terkait dunia tasawuf melalui beberapa edisi yang termuat lewat Buletin Alhikam yang terbit setiap malam Rabu di Majelis Ta’lim Darul Hikam Pusat Sulawesi Utara, agar bisa dijadikan kajian inti dalam mempelajari tasawuf.
Secara ringkas saya akan membahas tantang syari’at, tariqat, dan hakikat dengan penyusunannya satu muqaddimah dan 24 pasal, yang berarti 24 jumlah huruf pada kalimat tauhid, لااله الاالله محمد الرسول الله Sejumlah juga dengan 24 jam dalam sehari-semalam.
Untuk mengawali pembahasan, coba mari kita mengupas sedikit terkait hakikat penciptaan manusia. Pada hakikatnya, Muhammad disebut Nur, karena bersih dari segala kegelapan yang menghalangi untuk dekat kepada Allah swt. Ini berarti setiap diri yang ingin mendekati Ilahi, ia harus merebut tingkat Nur, yakni membasmi jiwanya yang kotor berubah menjadi bersih. Jiwa kotor itulah yang selalu menjadi faktor penghalang dalam mendekati Allah Swt.
Adapun faktor penghalang itu antara lain, sebagai berikut:
1. Merasa lebih hebat, lebih kaya, lebih gengsi, lebih punya derajat, lebih punya turunan mulia. Inilah yang dimaksud dengan sikap sombong/angkuh.
2. Merasa dirinya lebih hebat, merasa dirinya ajaib, merasa dirinya sempurna. Ini yang dimaksud dengan sikap ujub.
3. Suka pamer ibadah, pamer sedekah, pamer puasa, pamer dzikir, pamer ilmu. Ini yang dimaksud dengan sikap riya’.
4. Suka mementingkan diri pribadi, mementingkan sesama keluarga, suka mementingkan sesama suku. Ini yang dimaksud dengan sikap ‘Ananiyah.
5. Tidak senang dengan orang lain ketika dapat kenikmatan, tidak senang dengan orang lain yang mendapatkan rizki dan dapat kedudukan. Inilah yang dimaksud dengan sikap Hasud.
6. Suka tergiur melihat materi, selalu tergiur jika yang diterima banyak, tidak suka menerima apa adanya. Inilah yang disebut dengan Tama’.
7. Suka berharap agar semua orang tahu bahwa apa yang dilakukan dirinya akan dinilai orang baik. Inilah yang disebut Sum’ah.
8. Suka mencari muka dan menjatuhkan orang lain, membesar-besarkan diri di hadapan pejabat, dan menjatuhkan teman. Inilah yang disebut Hubbuljah.
9. Suka tak peduli dengan nasib orang lain, punya harta tapi tak suka memikirkan nasib orang lain. Ini yang dimaksud Bakhil.
10. Mendahulukan keuntungan dan kepentingan sesaat, mementingkan transaksi disaat-saat adzan berkumandan. Ini yang disebut Hubbuddunia.
Sikap-sikap di atas itulah yang telah menyebabkan manusia sulit untuk bangkit, apalagi merebut pada target Nur.
Dengan demikian kita membutuhkan sarana/alat untuk bisa menghancurkan sifat-sifat di atas. Jika demikian, sikap apa yang harus dilakukan untuk menggempur sifat-sifat tadi? Apa yang akan dihasilkan jika kita sukses melumpuhkan sifat-sifat mazmumah di atas?
Dalam kitab Hakikat al-Insan, disebut bahwa syarat utama untuk menghilangkan sifat mazmumah dengan melahirkan sifat mahmudah, yakni; Muutuu Qabla Anta Muut (Matikan dirimu sebelum mati). Diri yang bagaimana yang dimatikan? Dirimu yang mazmumah, dirimu yang kasar, dirimu yang angkuh, yang riya’, sum’ah, hasud, tama’, takabbur, diri yang hubbul jah, dirimu yang hubbuddunia.
Jika demikian, bagaimana caranya? Caranya: pertama, mengakui bahwa diri kita dan alam semesta ini adalah hanya milik Allah semata. Kedua, meyakini bahwa makanan, pakaian, harta, pangkat kedudukan, cantik dan ketampanan, keturunan, semua ini hanya milik Allah. Dan ketiga, iringilah keyakinan itu dengan; Laa Qaadirun, Laa Muriidun, Laa Hayyun, Laa Tsamiiun, Laa Bashiirun, Laa ‘Aalimun dan Laa Mutakallamuun.
1. Laa Qaadirun : Bukan aku yang berkuasa atas diriku, atas orang lain, atas alam ini, atas rizkiku, pangkatku, dan kedudukanku.
2. Laa Muriidun : Bukan aku yang berkehendak atas diriku atas orang lain, atas alam ini atas rizkiku.
3. Laa Hayyun : Bukan aku yang hidup apalagi yang menghidupkan.
4. Laa ‘Aalimun : Bukan aku yang memiliki ilmu bukan aku yang mentransfer ilmu pada orang lain
5. Laa Samii’un : Bukan aku yang mendengar, pendengaranku adalah pinjaman Allah.
6. Laa Bashiirun : Bukan aku yang melihat, penglihatanku adalah penglihatan Allah.
7. Laa Mutakallimun: Bukan aku yang punya kemampuan berbicara, tetapi pinjaman Allah semata.
Jika pengertian di atas, dapat dipahami secara sempurna dan mampu kita tumpas sikap-sikap mazmumah/buruk, maka akan lahir sikap mahmudah, yakni tampilan manusia sempurna (Insanul Kamil) yang berpotensi mendapatkan target asal diri kita yang sesungguhnya yakni Nur Muhammad.
Hancurnya penyakit hati di atas berarti hati menjadi cermin yang bening, bersih tanpa kotoran, dan dengan sendirinya lahirlah 10 Afiat Hati:
1. Ikhlas
2. Sabar
3. Jujur
4. Tawaddu’
5. Qana’ah
6. Syukur
7. Wara’
8. Yakin
9. Istiqamah, dan
10. Takut.
Ketika bersatu sifat di atas, maka lahirlah target manusia sempurna. Inilah akhlak Rasulullah, akhlak Al-Qur’an, sekaligus Ahlak Allah Swt. (bersambung)
Sungguh penting bertasawuf, namun hati-hati, bertasawuf tanpa ilmu terkadang menimbulkan penyelewengan syari’at, sehingga timbullah keresahan dan perpecahan.
Saya sama sekali bukan ahlinya, tetapi dengan segala keterbatasan ilmu dan pengalaman, saya mencoba untuk membubuhkan tulisan ringan ini untuk dipersembahkan buat kalangan sendiri, walaupun isi materi dan gagasan-gagasannya belum memadai.
Sesungguhnya, ilmu menempati posisi termulia, martabat tertinggi, keagungan teratas dan keuntungan yang bermanfaat. Sebab dengan ilmu, seseorang bisa bertauhid kepada Allah yang khusus ditempatkan pada sumber pengetahuan agama; Awalu al-diin ma’rifatullah. Orang-orang yang memiliki ilmu disebut ulama, sedang ulama adalah pewaris dan pelanjut para Nabi dan Rasul.
Ulama adalah orang-orang yang sangat mengenal para Nabi dan Rasul. Dalam hal ini tertulis dalam Al-Qur’an surat Al-Fathir ayat 32:
Artinya:
Kemudian Kitab itu kami wariskan kepada orang-orang yang kami pilih di antara hamba-hamba kami, lalu di antara mereka ada yang menganiaya diri mereka sendiri dan di antara mereka ada yang pertengahan dan diantara mereka ada (pula) yang lebih dahulu berbuat kebaikan dengan izin Allah. yang demikian itu adalah karunia yang amat besar.
Dikuatkan dengan hadits Nabi:
Ulama adalah pewaris Nabi, karena mereka memiliki ilmu. Seluruh penghuni langit mencitai mereka dan penghuni lautan memohon ampun untuk mereka hingga kiamat.
Dalam tulisan ini, saya akan mencoba memaparkan lebih jauh terkait dunia tasawuf melalui beberapa edisi yang termuat lewat Buletin Alhikam yang terbit setiap malam Rabu di Majelis Ta’lim Darul Hikam Pusat Sulawesi Utara, agar bisa dijadikan kajian inti dalam mempelajari tasawuf.
Secara ringkas saya akan membahas tantang syari’at, tariqat, dan hakikat dengan penyusunannya satu muqaddimah dan 24 pasal, yang berarti 24 jumlah huruf pada kalimat tauhid, لااله الاالله محمد الرسول الله Sejumlah juga dengan 24 jam dalam sehari-semalam.
Untuk mengawali pembahasan, coba mari kita mengupas sedikit terkait hakikat penciptaan manusia. Pada hakikatnya, Muhammad disebut Nur, karena bersih dari segala kegelapan yang menghalangi untuk dekat kepada Allah swt. Ini berarti setiap diri yang ingin mendekati Ilahi, ia harus merebut tingkat Nur, yakni membasmi jiwanya yang kotor berubah menjadi bersih. Jiwa kotor itulah yang selalu menjadi faktor penghalang dalam mendekati Allah Swt.
Adapun faktor penghalang itu antara lain, sebagai berikut:
1. Merasa lebih hebat, lebih kaya, lebih gengsi, lebih punya derajat, lebih punya turunan mulia. Inilah yang dimaksud dengan sikap sombong/angkuh.
2. Merasa dirinya lebih hebat, merasa dirinya ajaib, merasa dirinya sempurna. Ini yang dimaksud dengan sikap ujub.
3. Suka pamer ibadah, pamer sedekah, pamer puasa, pamer dzikir, pamer ilmu. Ini yang dimaksud dengan sikap riya’.
4. Suka mementingkan diri pribadi, mementingkan sesama keluarga, suka mementingkan sesama suku. Ini yang dimaksud dengan sikap ‘Ananiyah.
5. Tidak senang dengan orang lain ketika dapat kenikmatan, tidak senang dengan orang lain yang mendapatkan rizki dan dapat kedudukan. Inilah yang dimaksud dengan sikap Hasud.
6. Suka tergiur melihat materi, selalu tergiur jika yang diterima banyak, tidak suka menerima apa adanya. Inilah yang disebut dengan Tama’.
7. Suka berharap agar semua orang tahu bahwa apa yang dilakukan dirinya akan dinilai orang baik. Inilah yang disebut Sum’ah.
8. Suka mencari muka dan menjatuhkan orang lain, membesar-besarkan diri di hadapan pejabat, dan menjatuhkan teman. Inilah yang disebut Hubbuljah.
9. Suka tak peduli dengan nasib orang lain, punya harta tapi tak suka memikirkan nasib orang lain. Ini yang dimaksud Bakhil.
10. Mendahulukan keuntungan dan kepentingan sesaat, mementingkan transaksi disaat-saat adzan berkumandan. Ini yang disebut Hubbuddunia.
Sikap-sikap di atas itulah yang telah menyebabkan manusia sulit untuk bangkit, apalagi merebut pada target Nur.
Dengan demikian kita membutuhkan sarana/alat untuk bisa menghancurkan sifat-sifat di atas. Jika demikian, sikap apa yang harus dilakukan untuk menggempur sifat-sifat tadi? Apa yang akan dihasilkan jika kita sukses melumpuhkan sifat-sifat mazmumah di atas?
Dalam kitab Hakikat al-Insan, disebut bahwa syarat utama untuk menghilangkan sifat mazmumah dengan melahirkan sifat mahmudah, yakni; Muutuu Qabla Anta Muut (Matikan dirimu sebelum mati). Diri yang bagaimana yang dimatikan? Dirimu yang mazmumah, dirimu yang kasar, dirimu yang angkuh, yang riya’, sum’ah, hasud, tama’, takabbur, diri yang hubbul jah, dirimu yang hubbuddunia.
Jika demikian, bagaimana caranya? Caranya: pertama, mengakui bahwa diri kita dan alam semesta ini adalah hanya milik Allah semata. Kedua, meyakini bahwa makanan, pakaian, harta, pangkat kedudukan, cantik dan ketampanan, keturunan, semua ini hanya milik Allah. Dan ketiga, iringilah keyakinan itu dengan; Laa Qaadirun, Laa Muriidun, Laa Hayyun, Laa Tsamiiun, Laa Bashiirun, Laa ‘Aalimun dan Laa Mutakallamuun.
1. Laa Qaadirun : Bukan aku yang berkuasa atas diriku, atas orang lain, atas alam ini, atas rizkiku, pangkatku, dan kedudukanku.
2. Laa Muriidun : Bukan aku yang berkehendak atas diriku atas orang lain, atas alam ini atas rizkiku.
3. Laa Hayyun : Bukan aku yang hidup apalagi yang menghidupkan.
4. Laa ‘Aalimun : Bukan aku yang memiliki ilmu bukan aku yang mentransfer ilmu pada orang lain
5. Laa Samii’un : Bukan aku yang mendengar, pendengaranku adalah pinjaman Allah.
6. Laa Bashiirun : Bukan aku yang melihat, penglihatanku adalah penglihatan Allah.
7. Laa Mutakallimun: Bukan aku yang punya kemampuan berbicara, tetapi pinjaman Allah semata.
Jika pengertian di atas, dapat dipahami secara sempurna dan mampu kita tumpas sikap-sikap mazmumah/buruk, maka akan lahir sikap mahmudah, yakni tampilan manusia sempurna (Insanul Kamil) yang berpotensi mendapatkan target asal diri kita yang sesungguhnya yakni Nur Muhammad.
Hancurnya penyakit hati di atas berarti hati menjadi cermin yang bening, bersih tanpa kotoran, dan dengan sendirinya lahirlah 10 Afiat Hati:
1. Ikhlas
2. Sabar
3. Jujur
4. Tawaddu’
5. Qana’ah
6. Syukur
7. Wara’
8. Yakin
9. Istiqamah, dan
10. Takut.
Ketika bersatu sifat di atas, maka lahirlah target manusia sempurna. Inilah akhlak Rasulullah, akhlak Al-Qur’an, sekaligus Ahlak Allah Swt. (bersambung)
Komentar