Problematika Dakwah dan Alternatif Pemecahannya
Ditulis oleh H. Usman Jasad
Islam adalah agama wahyu yang selalu berhadapan dengan zaman yang terus berubah. Untuk itu, umat Islam selalu ditantang bagaimana mensintesakan keabadian wahyu dengan kesementaraan zaman1. (Nanih Machendrawaty & Agus Ahmad Safei, Pengembangan Masyarakat Islam: Dari ldeologi, Strategis, sampai Tradisi. Bandung: Remaja Rosdakarya, 2001, h. 79.) Mendakwahkan Islam berarti memberikan jawaban Islam terhadap berbagai permasalahan umat. Karenanya dakwah Islam selalu terpanggil untuk menyelesaikan berbagai permasalahan yang sedang dan akan dihadapi oleh umat manusia. Meskipun missi dakwah dari dulu sampai kini tetap sama yaitu mengajak umat manusia ke dalam sistem Islam, namun tantangan dakwah berupa problematika umat senantiasa berubah dari waktu ke waktu. Permasalahan yang dihadapi oleh umat selalu berbeda baik secara kualitatif maupun kuantitatif. Namun demikian, permasalahan-permasalahan umat tersebut perlu diidentifikasi dan dicarikan altematif pemecahan yang relevan dan strategis melalui pendekatan-pendekatan dakwah yang sistematis, smart, dan profersional. Melalui tulisan ini, ingin dikemukakan: permasalahan yang sedang dihadapi oleh umat Islam dewasa ini dan solusi dakwah terhadap problematika umat tersebut Identifikasi Problematika Umat Tingkat dinamisasi kehidupan global yang semakin tinggi dan kompetitif telah menggiring umat manusia senantiasa memandang persoalan hidup secara pragmatis, logis, serba instant, dan matematis. Keadaan demikian di samping membawa manfaat berupa kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang semakin mempermudah aktivitas manusia, juga telah membawa implikasi negatif berupa lemahnya semangat transendental dan memudarnya hubungan-hubungan sosial. Implikasi ini berlangsung demikian lama, sehingga dewasa ini telah melahirkan berbagai kenyataan sosial yang cukup paradoksal dengan cita ideal Islam. Jika dipetakan, umat Islam dewasa ini terbagi ke dalam tiga kelompok, yaitu: pertama, kelompok Islam yang berjuang untuk menegakkan khilafah (pemerintahan) Islam; kedua, kelompok Islam yang mengagungkan kebudayaan Barat dan menentang gerakan untuk mewujudkan pemerintahan Islam secara formal; dan ketiga, kelompok Islam yang tidak memiliki kepedulian terhadap permasalahan umat Islam secara keseluruhan2. (Abdurrahman al-Baghdadi, Dakwah Islam & Masa Depan Umat. Jakarta: Al-lzzah 1997 h.21.) Realitas sosial di atas ada yang tidak sesuai dengan cita ideal Islam, karenanya harus dirubah melalui dakwah Islam. Mengingat kenyataan-kenyataan sosial tersebut banyak dijumpai dalam beberapa komunitas Islam dengan permasalahan yang berbeda-beda, maka diperlukan paradigma baru dalam melakukan dakwah Islam yang mempertimbangkan jenis dan kualitas permasalahan yang dihadapi oleh umat Usaha-usaha dakwah tersebut harus dijalankan secara sistematis dan professional melalui langkah-langkah yang strategis. Solusi Dakwah terhadap Problematika Umat Untuk rnengatasi pelbagai persoalan di atas, tidak cukup hanya dengan melakukan program dakwah yang konvensional, sporadis, dan reaktif, tetapi harus bersifat profesional, strategis, dan pro-aktif. Menghadapi mad’u (sasaran dakwah) yang semakin kritis dan tantangan dunia global yang semakin kompleks dewasa ini, maka diperlukan strategi dakwah yang mantap, sehingga aktivitas dakwah yang dilakukan dapat bersaing di tengah bursa informasi yang semakin kompetitif. Ada beberapa rancangan kerja dakwah yang dapat dilakukan untuk menjawab problematika umat dewasa ini, yaitu: pertama, memfokuskan aktivitas dakwah untuk mengentaskan kemiskinan umat; kedua, menyiapkan elit strategis muslim untuk disuplai ke berbagai jalur kepemimpinan bangsa sesuai dengan bidang keahliannya masing-masing; ketiga, membuat peta sosial umat sebagai informasi awal bagi pengembangan dakwah; keempat. mengintegrasikan wawasan etika, estetika, logika, dan budaya dalam berbagai perencanaan dakwah; kelima, mendirikan pusat-pusat studi dan informasi umat secara lebih profesional dan berorientasi pada kemajuan iptek; keenam, menjadikan masjid sebagai pusat kegiatan: ekonomi, kesehatan, dan kebudayaan umat Islam. Karenanya, sistem manajemen kemasjidan perlu ditingkatkan; ketujuh, menjadikan Islam sebagai pelopor yang profetis, humanis, dan transformatif. Karenanya perlu dirumuskan pendekatan-pendekatan dakwah yang progresif dan inklusif. Dakwah Islam tidak boleh hanya dijadikan sebagai obyek dan alat legitimasi bagi pembangunan yang semata-mata bersifat ekonomis-pragmatis3 (M. Azhar, Beberapa Catatan tentang Problematika Dakwah, dalam Majalah Suara ‘Aisyiyah No. 2 Th. Ke-80 Pebruari 2003/Dzulhijjah 1423 H., (Yogyakarta: Bayu Indra Grafika, 2003), h. 12-13.) berdasarkan kepentingan sesaat para penguasa. Untuk merancang strategi dakwah yang mumpuni, maka diperlukan pembenahan secara internal terhadap beberapa unsur yang terlibat dalam proses dakwah. Unsur-unsur tersebut adalah: Juru dakwah (aktivis dakwah), materi dakwah, metode dakwah, dan alat atau media dakwah. Pembenahan strategis terhadap unsur-unsur tersebut dapat dilakukan melalui langkah-langkah sebagai berikut: 1. Peningkatan Sumber Daya Muballigh (SDM) Untuk mencapai tujuan-tujuan dakwah secara maksimal, maka perlu didukung oleh para juru dakwah yang handal. Kehandalan tersebut meliputi kualitas yang seharusnya dimiliki oleh seorang juru dakwah yang sesuai dengan tuntutan dewasa ini. Aktivitas dakwah dipandang sebagai kegiatan yang memerlukan keahlian. Mengingat suatu keahlian memerlukan penguasaan pengetahuan, maka para aktivis dakwah (da’i/muballigh) harus memiliki kualifikasi dan persyaratan akademik dan empirik dalam melaksanakan kewajiban dakwah4. (Asep Muhyiddin, Dakwah dalam Perspektif Al-Qur’an: Studi Kritis Atas Visi, Misi, & Wawasan. Bandung: Pustaka Setia, 2002, h. 34.) Di era modern ini, juru dakwah perlu memiliki dua kompetensi dalam melaksanakan dakwah, yaitu: kompetensi substantif dan kompetensi metodologis. Kompetensi substantif meliputi penguasaan seorang juru dakwah terhadap ajaran-ajaran Islam secara tepat dan benar. Kompetensi metodologis meliputi kemampuan juru dakwah dalam mensosialisasikan ajaran-ajaran Islam kepada sasaran dakwah5. (Abdul Munir Mulkhan, Ideologisasi Gerakan Dakwah: Episod Kehidupan M. Natsir & Azhar Basyir. Yogyakarta: Sipress, 1996, h. 237) 2. Pemanfaatan Teknologi Modern sebagai Media Dakwah Salah satu sarana yang efektif untuk menyebarluaskan ajaran-ajaran Islam adalah alat-alat teknologi modern di bidang informasi dan komunikasi. Kemajuan di bidang informasi dan telekomunikasi harus dimanfaatkan oleh para aktivis dakwah sebagai media dalam melakukan dakwah Islam, sebab dengan cara demikian ajaran-ajaran Islam dapat diterima dalam waktu yang relatif singkat oleh sasaran dakwah dalam skala massif. 3. Pengembangan Metode Dakwah Fardhiyah Dakwah fardhiyah ialah ajakan atau seruan ke jalan Allah yang dilakukan seorang da’i kepada orang lain secara perorangan dengan tujuan memindahkan mad’u (sasaran dakwah) kepada keadaan yang lebih baik dan diridhai oleh Allah6. (Ali Abdul Halim Mahmud, Fiqhud Da ‘wab al-Fardiyah. Diterjemahkan oleh As’ad Yasin dengan judul Dakwah Fardiyah Metode Membentuk Pribadi Muslim. Jakarta: Gema Insani Press, 1992, h. 29.) Fungsi Al Qur’an sebagai furqan harus ditanamkan kepada setiap pribadi muslim. Petunjuk-petunjuk Allah dalam Al Qur’an harus dijadikan sebagai panduan moral untuk membedakan antara haq dan bathil. Dalam kaitan ini, lmtiaz Ahmad menyatakan bahwa: guidance of Allah is the criterion of right and wrong.7 (lmtiaz Ahmad, Reminders for People of Understanding: With Essential Details of Prophet’s Mosque. Madinah: 2002, h. 7.) Dengan menjadikan Al Qur’an sebagai pedoman, maka akan melahirkan pribadi-pribadi muslim yang senantiasa berada dalam cahaya kebenaran dan jauh dari jalan kesesatan lihat QS. Al-Baqarah [2] : 185) Untuk menjawab tantangan dunia global, maka perlu dikembangkan metode dakwah fardhiyah, yaitu metode dakwah yang menjadikan pribadi dan keluarga sebagai sendi utama dalam aktivitas dakwah. Dalam usaha membentuk masyarakat yang dicirikan oleh Islam harus berawal dari pembinaan pribadi dan keluarga yang Islami, sebab lingkungan keluarga merupakan elemen sosial yang amat strategis dan memberi corak paling dominan bagi pengembangan masyarakat secara luas. Pembinaan pribadi dan keluarga yang Islami ini dapat ditempuh melalui dua cara, yaitu : pertama, peningkatan fungsi orang tua (ibu dan bapak) sebagai tauladan dalam rumah tangga; kedua, perlunya dibentuk lembaga Konsultan Keluarga Sakinah (KKS) dan Klinik Rohani Islam (KRI) dalam setiap komunitas muslim. Untuk pelaksanaan KKS dan KRI ini diperlukan tenaga penyuluh dan counselor Islam yang handal baik secara teoritis maupun secara praktis. 4. Penerapan Dakwah Kultural Selama ini gambaran seseorang tentang kebudayaan (kultur) ialah kesenian. Pandangan tersebut tidak sepenuhnya benar, sebab kebudayaan meliputi agama, filsafat, seni, ilmu, sejarah, mitos, dan bahasa. Jadi, kebudayaan itu meliputi ide dan simbol, sebab, manusia adalah animal simbolism, makhluk yang menciptakan simbol. Dengan demikian, kebudayaan merupakan perwujudan dari fithrah manusia8. (Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah, Keputusan Muktamar ke-43. Yogyakarta: Suara Muhammadiyah, h. 125.) Agama, termasuk Islam, sebenarnya mengandung simbol-simbol sistem sosio-kultural yang memberikan suatu konsepsi tentang realitas dan rancangan untuk mewujudkannya9. (Azyumardi Azra, Konteks Berteologi di Indonesia: Pengalaman Islam. Jakarta: Paramadina, 1999, h. II). Budaya adalah pikiran manusia yang merupakan akumulasi dari berbagai unsur atau elemen yang berlainan yang disatukan dan dimodifikasikan untuk menjadi pola pikir dan tindakan secara konsisten. Pandangan seperti ini dikemukakan oleh Benedict dalam ‘Theories of Man and Culture’ di mana ia menjelaskan: all thought a culture is the chance accumulation of so many disparate elements for tuitously assembled from all direction by diffusion, the constituent elements a remodified to form a more or less consistent pattern of thought and action.10 (Elvin Hatch, Theories of Man and Culture. New York : Columbia University Press, 1973, h. 76-77.) Dakwah kultural adalah dakwah Islam dengan pendekatan kultural, yaitu: pertama, dakwah yang bersifat akomodatif terhadap nilai budaya tertentu secara inovatif dan kreatif tanpa menghilangkan aspek substansial keagamaan; kedua, menekankan pentingnya kearifan dalam memahami kebudayaan komunitas tertentu sebagai sasaran dakwah. Jadi, dakwah kultural adalah dakwah yang bersifat button up dengan melakukan pemberdayaan kehidupan beragama berdasarkan nilai-nilai spesifik yang dimiliki oleh sasaran dakwah. Lawan dari dakwah kultural adalah dakwah struktural, yaitu dakwah yang menjadikan kekuasaan, birokrasi, kekuatan politik sebagai alat untuk memperjuangkan Islam. Karenanya dakwah struktural lebih bersifat top down. Secara sunnatullah, setiap komunitas manusia, etnis, dan daerah memiliki kekhasan dalam budaya. Masing-masing memiliki corak tersendiri dan menjadi kebanggaan komunitas bersangkutan. Dalam melakukan dakwah Islam, corak budaya yang dimiliki oleh komunitas tertentu dapat dijadikan sebagai media dakwah yang ampuh dengan mengambil nilai kebaikannya dan menolak kemunkaran yang terkandung di dalamnya. Bersambung Perbedaan penghayatan dan pengamalan agama selalu dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti: karakteristik individu, umur, lingkungan sosial, dan lingkungan alam. Kelahiran mazhab dalam Islam pun turut dipengaruhi oleh faktor alam dan geografis. Karena itu, akan selalu ada perbedaan cara beragama antara orang desa dan kota, petani dengan nelayan, masyarakat agraris dan masyarakat industri, dan sebagainya. Perbedaan-perbedaan itu perlu dimengerti oleh para aktivis dakwah supaya dakwah Islam yang dilakukan dapat menyesuaikan diri dengan kondisi obyektif manusia yang dihadapi dan kecenderungan dinamika kehidupan mutakhir. Untuk menjawab tuntutan ini, maka strategi dakwah Islam harus bersifat akomodatif, sistematis, kontinu, dan profesional. Dalam melakukan dakwah kultural, para aktivis dakwah harus menawarkan pemikiran dan aplikasi syariat Islam yang kaffah, kreatif, dan inidusif. Materi-materi dakwah perlu disistematisasikan dalam suatu rancangan sillabi dakwah berdasarkan kecenderungan dan kebutuhan mad’u. Para aktivis dakwah tidak boleh langsung ‘menghakimi’ jamaah berdasarkan persepsinya sendiri, tanpa mempertimbangkan apa sesungguhnya yang sedang mereka alami. Karena itu, materi dakwah kultural tidak semata-mata bersifat fiqh sentries, melainkan juga materi-materi dakwah yang aktual dan bernilai praksis bagi kehidupan umat dewasa ini. Kaidah formal ketentuan-ketentuan syari’ah yang selama ini merupakan tema utama pengajian dan khutbah harus diimbangi dengan uraian mengenai hakikat, substansi, dan pesan moral yang terkandung dalam ketentuan syari’ah dan fiqh tersebut. Dengan demikian, ciri-ciri strategi dakwah kultural adalah: pertama, memperhatikan keunikan manusia atau masyarakat sebagai sasaran dakwah; kedua, dakwah yang tanggap terhadap perubahan yang senantiasa dialami oleh sasaran dakwah; ketiga, dakwah yang mendorong proses perubahan sosial ke arah keadaan yang lebih ideal (Islami); keempat, dakwah yang bersifat istimroriyah (berkesinambungan). Di era globalisasi, secara sosiologis akan terjadi berbagai pergeseran dalam berbagai aspek kehidupan umat. Ada gejala perubahan pola pemahaman dan perilaku keagamaan dari yang bersifat ritual ke arah orientasi yang lebih bersifat sosial. Salah satu diskursus yang menarik dewasa ini adalah isu tauhid sosial sebagai otokritik terhadap fenomena tauhid yang bersifat vertikal dan individual yang dianut selama ini. Umat Islam mulai beralih dari khilafiyah ibadah ritual kepada khilafiyah ibadah sosial, yakni mulai memperbincangkan bagaimana idealnya model dan paket-paket dakwah di abad ke-21. Seiring dengan pergeseran ini, maka tema-tema dakwah pun yang muncul ke permukaan adalah masalah-masalah yang menyangkut: lingkungan hidup, polusi udara, etika bisnis dan kewiraswastaan, bioteknologi dan cloning HAM, demokrasi, supremasi hukum, krisis kepemimpinan, etika politik, kesenjangan sosial ekonomi dan pemerataan hasil-hasil pembangunan, budaya dan teknologi informasi, gender, dan tema-tema kontemporer lainnya. Keharusan untuk mendesain ulang tema-tema dakwah ini merupakan tuntutan modernisasi spiritualitas Islam yang tidak dapat ditawar-tawar lagi. Sebab, problema yang muncul di zaman modern jauh lebih kompleks dan memerlukan respons yang lebih beragam dan akomodatif11. (Azyumardi Azra, Ibid. h. 14.) 5. Monitoring dan Evaluasi (Monev) Dakwah Aktivitas dakwah yang nnencakup segi-segi kehidupan yang amat luas hanya dapat berlangsung dengan efektif dan efesien apabila sebelumnya telah dilakukan persiapan dan perencanaan yang matang12. (Anwar Masy’ari, Butir-butir Problematika Dakwah lslamiah. Surabaya: Bina llmu, 1992, h. 49.) Untuk melakukan persiapan dan perencanaan yang matang, maka diperlukan monitoring dan evaluasi dakwah. Dari monitoring dan evaluasi inilah dapat diperoleh informasi tentang problematika umat yang selanjutnya dapat dijadikan sebagai bahanma masukan dalam melakukan persiapan dan perencanaan dakwah. Monitoring dan evaluasi dakwah ini sangat diperlukan untuk mendapat informasi yang akurat mengenai tingkat keberhasilan dakwah. Dalam evaluasi tersebut akan terlihat kelebihan dan kekurangan dakwah yang telah dilaksanakan, tingkat relevansi paket-paket dakwah yang ditawarkan dengan kebutuhan mad’u (sasaran dakwah), dan sejauh mana aktivitas dakwah yang telah dilakukan dapat mentransformasikan cita ideal Islam ke dalam realitas empirik umat. Karenanya, monitoring, dan evaluasi dakwah ini meliputi: materi dakwah, metode dakwah, dan karakter juru dakwah. Kesalahan dalam memilih materi dan metode dakwah untuk sasaran dakwah atau kelompok masyarakat tertentu dapat menyebabkan para jamaah justeru akan semakin jauh dari Islam. Proses dakwah yang tidak terorganisir secara profesional ini membuat mad’u tidak memperoleh manfaat dari aktivitas dakwah tersebut dalam menghadapi berbagai problema kehidupan yang sedang mereka hadapi. Materi dan metode dakwah yang tidak disusun secara sistematis berdasarkan kebutuhan masyarakat tidak akan mencapai tujuan yang telah ditetapkan, sebab materi dan metode dakwah tersebut tidak relevan dengan dengan tingkat dinamisasi kehidupan umat. Dengan demikian, untuk mencapai hasil yang diharapkan diperlukan kerja keras dalam menggali sedalam-dalamnya mengenai materi dan metode dakwah apa yang sesungguhnya dibutuhkan oleh umat. Mengingat setiap kelompok masyarakat memiliki karakteristik yang berbeda-beda, maka diperlukan juga materi dan pendekatan dakwah yang berbeda-beda sesuai dengan kondisi obyektif masyarakat bersangkutan. Seorang juru dakwah yang menggeneralisir bahwa setiap sasaran dakwah memiliki kecenderungan yang sama dalam menerima materi-materi dakwah akan mengakibatkan kegagalan dalam melakukan dakwah Islam. 6. Penyusunan Peta Dakwah Salah satu usaha untuk mengetahui materi dan metode dakwah yang dibutuhkan oleh kelompok masyarakat tertentu adalah melalui penyusunan peta dakwah. Peta dakwah adalah gambaran (deskripsi) menyeluruh tentang berbagai komponen yang terlibat dalam proses dakwah13. (Said Tuhuleley, Seluk Beluk Peta Dakwah. Makalah dalam Pelatihan Pelatih Muballighah ‘Aisyiyah Tingkat Nasional Regional III di Gedung BPG Makassar tanggal, 27-29 Juli 2003, h. 4.) Ada dua komponen pokok yang akan dimuat dalam peta dakwah ini, yaitu: pertama, komponen yang berkaitan dengan keadaan umat Islam sebagai sasaran dakwah; kedua, komponen yang berkaitan dengan proses pelaksanaan dakwah14. (Laboratorium Dakwah Yayasan Shalahuddin Yogyakarta, Buku Panduan Workshop Komputasi Peta Dakwah. Yogyakarta: Laboratorium Dakwah Yayasan Shalahuddi, 1992, h. 7.) Komponen yang terkait dengan keadaan umat Islam, seperti: tingkat sosial ekonomi, tingkat pendidikan, pekerjaan pokok dan sampingan, religiusitas/keberagamaan, integrasi sosial, mobilitas sosial, dan lain sebagainya. Komponen yang terkait dengan proses pelaksanaan dakwah, seperti: aktivitas lembaga-lembaga dakwah, keadaan muballigh/aktivis dakwah, metode dakwah yang digunakan, materi dakwah yang disajikan, prasarana dakwah yang tersedia, dan lain sebagainya. Cakupan kedua komponen di atas sesuai dengan wilayah penelitian llmu Dakwah yang mencakup: subyek dakwah, materi dakwah, metode dakwah, media dakwah, objek dakwah, sejarah dakwah, efek dakwah, tujuan dakwah, dan gambaran wilayah dakwah15. (Wardi Bachtiar, Metodologi Penelitian Ilmu Dakwah. Jakarta: Logos, 1997, h. 32-42) Komponen-komponen tersebut akan dijadikan sebagai objek dalam survey dan penelitian. Selanjutnya data dan informasi yang terkumpul dari komponen-komponen tersebut akan dijadikan sebagai bahan untuk menyusun peta dakwah. Peta dakwah inilah yang akan dijadikan sebagai pijakan bagi aktivis dakwah sebelum melakukan dakwah Islam. Penutup Berdasarkan pembahasan di atas, penulis berkesimpulan bahwa tingkat dinamisasi kehidupan masyarakat sebagai sasaran dakwah dewasa ini semakin kompeks. Hal tersebut mengharuskan perlunya perubahan paradigma strategi dakwah Islam. Strategi dakwah Islam yang diyakini dapat menjawab tantangan zaman tersebut, meliputi: peningkatan Sumber Daya Muballigh (SDM), pemanfaatan teknologi modern sebagai media dakwah, penerapan metode dakwah fardhiyah dan dakwah kultural, monitoring dan evaluasi dakwah, serta penyusunan peta dakwah. Tanpa strategi dakwah Islam yang sistematis dan profesional, maka dakwah akan kehilangan andil dalam membentuk masyarakat yang religius dan beradab Problematika Dakwah Masa Kini Oleh: RB. Khatib Pahlawan Kayo Metode dakwah Rasulullah SAW pada awalnya dilakukan melalui pendekatan individual (personal approach) dengan mengumpulkan kaum kerabatnya di bukit Shafa. Kemudian berkembang melalui pendekatan kolektif seperti yang dilakukan saat berdakwah ke Thaif dan pada musim haji. Ada yang berpendapat bahwa berdakwah itu hukumnya fardhu kifayah, dengan menisbatkan pada lokasi-lokasi yang didiami para dai dan muballigh. Artinya, jika pada satu kawasan sudah ada yang melakukan dakwah, maka dakwah ketika itu hukumnya fardhu kifayah. Tetapi jika dalam satu kawasan tidak ada orang yang melakukan dakwah padahal mereka mampu, maka seluruh penghuni kawasan itu berdosa di mata Allah. Dengan demikian sebenarnya dakwah merupakan kewajiban dan tugas setiap individu. Hanya dalam pelaksanaannya disesuaikan dengan kemampuan dan kondisi di lapangan. Jadi pada dasarnya setiap muslim wajib melaksanakan dakwah Islamiyah, karena merupakan tugas ‘ubudiyah dan bukti keikhlasan kepada Allah SWT. Penyampaian dakwah Islamiyah haruslah disempurnakan dari satu generasi ke generasi berikutnya, sehingga cahaya hidayah Allah SWT tidak terputus sepanjang masa. Para rasul dan nabi adalah tokoh-tokoh dakwah yang paling terkemuka dalam sejarah umat manusia, karena mereka dibekali wahyu dan tuntunan yang sempurna. Dibanding mereka, kita memang belum apa-apa. Akan tetapi sebagai dai dan muballigh, kita wajib bersyukur karena telah memilih jalan yang benar, yakni bergabung bersama barisan para rasul dan nabi dalam menjalankan misi risalah Islamiyah. Konsekuensi dari pilihan itu kita harus senantiasa berusaha mengikuti jejak para nabi dan rasul dalam menggerakkan dakwah, amar ma’ruf nahi munkar, dalam kondisi dan situasi bagaimanapun. Persoalan yang kita hadapi sekarang adalah tantangan dakwah yang semakin hebat, baik yang bersifat internal maupun eksternal. Tantangan itu muncul dalam berbagai bentuk kegiatan masyarakat modern, seperti perilaku dalam mendapatkan hiburan (entertainment), kepariwisataan dan seni dalam arti luas, yang semakin membuka peluang munculnya kerawanan-kerawanan moral dan etika. Kerawanan moral dan etik itu muncul semakin transparan dalam bentuk kemaksiatan karena disokong oleh kemajuan alat-alat teknologi informasi mutakhir seperti siaran televisi, keping-keping VCD, jaringan Internet, dan sebagainya. Kemaksiatan itu senantiasa mengalami peningkatan kualitas dan kuantitas, seperti maraknya perjudian, minum minuman keras, dan tindakan kriminal, serta menjamurnya tempat-tempat hiburan, siang atau malam, yang semua itu diawali dengan penjualan dan pendangkalan budaya moral dan rasa malu. Tidak asing lagi, akhirnya di negeri yang berbudaya, beradat dan beragama ini, kemaksiatan yang berhubungan dengan apa yang dinamakan sex industry juga mengalami kemajuan, terutama setelah terbukanya turisme internasional di berbagai kawasan, hingga menjamah wilayah yang semakin luas dan menjarah semakin banyak generasi muda dan remaja yang kehilangan jati diri dan miskin iman dan ilmu. Hal yang terakhir ini semakin buruk dan mencemaskan perkembangannya karena hampir-hampir tidak ada lagi batas antara kota dan desa, semuanya telah terkontaminasi dalam eforia kebebasan yang tak kenal batas. Ledakan-ledakan informasi dan kemajuan teknologi dalam berbagai bidang itu tidak boleh kita biarkan lewat begitu saja. Kita harus berusaha mencegah dan mengantisipasi dengan memperkuat benteng pertahanan aqidah yang berpadukan ilmu dan teknologi. Tidak sedikit korban yang berjatuhan yang membuat kemuliaan Islam semakin terancam dan masa depan generasi muda semakin suram. Apabila kita tetap lengah dan terbuai oleh kemewahan hidup dengan berbagai fasilitasnya, ketika itu pula secara perlahan kita meninggalkan petunjuk-petunjuk Allah yang sangat diperlukan bagi hati nurani setiap kita. Di samping itu kelemahan dan ketertinggalan umat Islam dalam meng-akses informasi dari waktu ke waktu, pada gilirannya juga akan membuat langkah-langkah dakwah kita semakin tumpul tak berdaya. Bertolak dari faktor-faktor tersebut, agar problematika dakwah tidak semakin kusut dan berlarut-larut, perlu segera dicarikan jalan keluar dari kemelut persoalan yang dihadapi itu. Dalam konsep pemikiran yang praktis, Prof. Dr. H. M. Amien Rais,MA. dalam bukunya Moralitas Politik Muhammadiyah, menawarkan lima ‘Pekerjaan Rumah’ yang perlu diselesaikan, agar dakwah Islam di era informasi sekarang tetap relevan, efektif, dan produktif. Pertama, perlu ada pengkaderan yang serius untuk memproduksi juru-juru dakwah dengan pembagian kerja yang rapi. Ilmu tabligh belaka tidak cukup untuk mendukung proses dakwah, melainkan diperlukan pula berbagai penguasaan dalam ilmu-ilmu teknologi informasi yang paling mutakhir. Kedua, setiap organisasi Islam yang berminat dalam tugas-tugas dakwah perlu membangun laboratorium dakwah. Dari hasil “Labda” ini akan dapat diketahui masalah-masalah riil di lapangan, agar jelas apa yang akan dilakukan. Ketiga, proses dakwah tidak boleh lagi terbatas pada dakwah bil-lisan, tapi harus diperluas dengan dakwah bil-hal, bil-kitaabah (lewat tulisan), bil-hikmah (dalam arti politik), bil-iqtishadiyah (ekonomi), dan sebagainya. Yang jelas, actions,speak louder than word. Keempat, media massa cetak dan terutama media elektronik harus dipikirkan sekarang juga. Media elektronik yang dapat menjadi wahana atau sarana dakwah perlu dimiliki oleh umat Islam. Bila udara Indonesia di masa depan dipenuhi oleh pesan-pesan agama lain dan sepi dari pesan-pesan Islami, maka sudah tentu keadaan seperti ini tidak menguntungkan bagi peningkatan dakwah Islam di tanah air. Kelima, merebut remaja Indonesia adalah tugas dakwah Islam jangka panjang. Anak-anak dan para remaja kita adalah aset yang tak ternilai. Mereka wajib kita selamatkan dari pengikisan aqidah yang terjadi akibat ‘invasi’ nilai-nilai non islami ke dalam jantung berbagai komunitas Islam di Indonesia. Bila anak-anak dan remaja kita memiliki benteng tangguh (al-hususn al-hamidiyyah) dalam era globalisasi dan informasi sekarang ini, insya Allah masa depan dakwah kita akan tetap ceria. Menyimak uraian-uraian di atas, dapat diprediksi bahwa missi dan tantangan dakwah tidaklah pernah akan semakin ringan, melainkan akan semakin berat dan hebat bahkan semakin kompleks dan melelehkan. Inilah problematika dakwah kita masa kini. Oleh sebab itu semuanya harus dimenej kembali dengan manajemen dakwah yang profesional dan dihendel oleh tenaga-tenaga berdedikasi tinggi, mau berkorban dan ikhlas beramal. Mengingat potensi umat Islam yang potensial masih sangat terbatas, sementara kita harus mengakomodir segenap permasalahan dan tantangan yang muncul, maka ada baiknya kita coba memilih dan memilah mana yang tepat untuk diberikan skala prioritas dalam penanganannya, sehingga dana, tenaga, dan fikiran dapat lebih terarah, efektif, dan produktid dalam penggunaanya. Mudah-mudahan Allah SWT senantiasa memberikan kekuatan dan petunjuk agar kita tidak salah pilih dan tidak terlambat, insya Allah.?
Ditulis oleh H. Usman Jasad
Islam adalah agama wahyu yang selalu berhadapan dengan zaman yang terus berubah. Untuk itu, umat Islam selalu ditantang bagaimana mensintesakan keabadian wahyu dengan kesementaraan zaman1. (Nanih Machendrawaty & Agus Ahmad Safei, Pengembangan Masyarakat Islam: Dari ldeologi, Strategis, sampai Tradisi. Bandung: Remaja Rosdakarya, 2001, h. 79.) Mendakwahkan Islam berarti memberikan jawaban Islam terhadap berbagai permasalahan umat. Karenanya dakwah Islam selalu terpanggil untuk menyelesaikan berbagai permasalahan yang sedang dan akan dihadapi oleh umat manusia. Meskipun missi dakwah dari dulu sampai kini tetap sama yaitu mengajak umat manusia ke dalam sistem Islam, namun tantangan dakwah berupa problematika umat senantiasa berubah dari waktu ke waktu. Permasalahan yang dihadapi oleh umat selalu berbeda baik secara kualitatif maupun kuantitatif. Namun demikian, permasalahan-permasalahan umat tersebut perlu diidentifikasi dan dicarikan altematif pemecahan yang relevan dan strategis melalui pendekatan-pendekatan dakwah yang sistematis, smart, dan profersional. Melalui tulisan ini, ingin dikemukakan: permasalahan yang sedang dihadapi oleh umat Islam dewasa ini dan solusi dakwah terhadap problematika umat tersebut Identifikasi Problematika Umat Tingkat dinamisasi kehidupan global yang semakin tinggi dan kompetitif telah menggiring umat manusia senantiasa memandang persoalan hidup secara pragmatis, logis, serba instant, dan matematis. Keadaan demikian di samping membawa manfaat berupa kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang semakin mempermudah aktivitas manusia, juga telah membawa implikasi negatif berupa lemahnya semangat transendental dan memudarnya hubungan-hubungan sosial. Implikasi ini berlangsung demikian lama, sehingga dewasa ini telah melahirkan berbagai kenyataan sosial yang cukup paradoksal dengan cita ideal Islam. Jika dipetakan, umat Islam dewasa ini terbagi ke dalam tiga kelompok, yaitu: pertama, kelompok Islam yang berjuang untuk menegakkan khilafah (pemerintahan) Islam; kedua, kelompok Islam yang mengagungkan kebudayaan Barat dan menentang gerakan untuk mewujudkan pemerintahan Islam secara formal; dan ketiga, kelompok Islam yang tidak memiliki kepedulian terhadap permasalahan umat Islam secara keseluruhan2. (Abdurrahman al-Baghdadi, Dakwah Islam & Masa Depan Umat. Jakarta: Al-lzzah 1997 h.21.) Realitas sosial di atas ada yang tidak sesuai dengan cita ideal Islam, karenanya harus dirubah melalui dakwah Islam. Mengingat kenyataan-kenyataan sosial tersebut banyak dijumpai dalam beberapa komunitas Islam dengan permasalahan yang berbeda-beda, maka diperlukan paradigma baru dalam melakukan dakwah Islam yang mempertimbangkan jenis dan kualitas permasalahan yang dihadapi oleh umat Usaha-usaha dakwah tersebut harus dijalankan secara sistematis dan professional melalui langkah-langkah yang strategis. Solusi Dakwah terhadap Problematika Umat Untuk rnengatasi pelbagai persoalan di atas, tidak cukup hanya dengan melakukan program dakwah yang konvensional, sporadis, dan reaktif, tetapi harus bersifat profesional, strategis, dan pro-aktif. Menghadapi mad’u (sasaran dakwah) yang semakin kritis dan tantangan dunia global yang semakin kompleks dewasa ini, maka diperlukan strategi dakwah yang mantap, sehingga aktivitas dakwah yang dilakukan dapat bersaing di tengah bursa informasi yang semakin kompetitif. Ada beberapa rancangan kerja dakwah yang dapat dilakukan untuk menjawab problematika umat dewasa ini, yaitu: pertama, memfokuskan aktivitas dakwah untuk mengentaskan kemiskinan umat; kedua, menyiapkan elit strategis muslim untuk disuplai ke berbagai jalur kepemimpinan bangsa sesuai dengan bidang keahliannya masing-masing; ketiga, membuat peta sosial umat sebagai informasi awal bagi pengembangan dakwah; keempat. mengintegrasikan wawasan etika, estetika, logika, dan budaya dalam berbagai perencanaan dakwah; kelima, mendirikan pusat-pusat studi dan informasi umat secara lebih profesional dan berorientasi pada kemajuan iptek; keenam, menjadikan masjid sebagai pusat kegiatan: ekonomi, kesehatan, dan kebudayaan umat Islam. Karenanya, sistem manajemen kemasjidan perlu ditingkatkan; ketujuh, menjadikan Islam sebagai pelopor yang profetis, humanis, dan transformatif. Karenanya perlu dirumuskan pendekatan-pendekatan dakwah yang progresif dan inklusif. Dakwah Islam tidak boleh hanya dijadikan sebagai obyek dan alat legitimasi bagi pembangunan yang semata-mata bersifat ekonomis-pragmatis3 (M. Azhar, Beberapa Catatan tentang Problematika Dakwah, dalam Majalah Suara ‘Aisyiyah No. 2 Th. Ke-80 Pebruari 2003/Dzulhijjah 1423 H., (Yogyakarta: Bayu Indra Grafika, 2003), h. 12-13.) berdasarkan kepentingan sesaat para penguasa. Untuk merancang strategi dakwah yang mumpuni, maka diperlukan pembenahan secara internal terhadap beberapa unsur yang terlibat dalam proses dakwah. Unsur-unsur tersebut adalah: Juru dakwah (aktivis dakwah), materi dakwah, metode dakwah, dan alat atau media dakwah. Pembenahan strategis terhadap unsur-unsur tersebut dapat dilakukan melalui langkah-langkah sebagai berikut: 1. Peningkatan Sumber Daya Muballigh (SDM) Untuk mencapai tujuan-tujuan dakwah secara maksimal, maka perlu didukung oleh para juru dakwah yang handal. Kehandalan tersebut meliputi kualitas yang seharusnya dimiliki oleh seorang juru dakwah yang sesuai dengan tuntutan dewasa ini. Aktivitas dakwah dipandang sebagai kegiatan yang memerlukan keahlian. Mengingat suatu keahlian memerlukan penguasaan pengetahuan, maka para aktivis dakwah (da’i/muballigh) harus memiliki kualifikasi dan persyaratan akademik dan empirik dalam melaksanakan kewajiban dakwah4. (Asep Muhyiddin, Dakwah dalam Perspektif Al-Qur’an: Studi Kritis Atas Visi, Misi, & Wawasan. Bandung: Pustaka Setia, 2002, h. 34.) Di era modern ini, juru dakwah perlu memiliki dua kompetensi dalam melaksanakan dakwah, yaitu: kompetensi substantif dan kompetensi metodologis. Kompetensi substantif meliputi penguasaan seorang juru dakwah terhadap ajaran-ajaran Islam secara tepat dan benar. Kompetensi metodologis meliputi kemampuan juru dakwah dalam mensosialisasikan ajaran-ajaran Islam kepada sasaran dakwah5. (Abdul Munir Mulkhan, Ideologisasi Gerakan Dakwah: Episod Kehidupan M. Natsir & Azhar Basyir. Yogyakarta: Sipress, 1996, h. 237) 2. Pemanfaatan Teknologi Modern sebagai Media Dakwah Salah satu sarana yang efektif untuk menyebarluaskan ajaran-ajaran Islam adalah alat-alat teknologi modern di bidang informasi dan komunikasi. Kemajuan di bidang informasi dan telekomunikasi harus dimanfaatkan oleh para aktivis dakwah sebagai media dalam melakukan dakwah Islam, sebab dengan cara demikian ajaran-ajaran Islam dapat diterima dalam waktu yang relatif singkat oleh sasaran dakwah dalam skala massif. 3. Pengembangan Metode Dakwah Fardhiyah Dakwah fardhiyah ialah ajakan atau seruan ke jalan Allah yang dilakukan seorang da’i kepada orang lain secara perorangan dengan tujuan memindahkan mad’u (sasaran dakwah) kepada keadaan yang lebih baik dan diridhai oleh Allah6. (Ali Abdul Halim Mahmud, Fiqhud Da ‘wab al-Fardiyah. Diterjemahkan oleh As’ad Yasin dengan judul Dakwah Fardiyah Metode Membentuk Pribadi Muslim. Jakarta: Gema Insani Press, 1992, h. 29.) Fungsi Al Qur’an sebagai furqan harus ditanamkan kepada setiap pribadi muslim. Petunjuk-petunjuk Allah dalam Al Qur’an harus dijadikan sebagai panduan moral untuk membedakan antara haq dan bathil. Dalam kaitan ini, lmtiaz Ahmad menyatakan bahwa: guidance of Allah is the criterion of right and wrong.7 (lmtiaz Ahmad, Reminders for People of Understanding: With Essential Details of Prophet’s Mosque. Madinah: 2002, h. 7.) Dengan menjadikan Al Qur’an sebagai pedoman, maka akan melahirkan pribadi-pribadi muslim yang senantiasa berada dalam cahaya kebenaran dan jauh dari jalan kesesatan lihat QS. Al-Baqarah [2] : 185) Untuk menjawab tantangan dunia global, maka perlu dikembangkan metode dakwah fardhiyah, yaitu metode dakwah yang menjadikan pribadi dan keluarga sebagai sendi utama dalam aktivitas dakwah. Dalam usaha membentuk masyarakat yang dicirikan oleh Islam harus berawal dari pembinaan pribadi dan keluarga yang Islami, sebab lingkungan keluarga merupakan elemen sosial yang amat strategis dan memberi corak paling dominan bagi pengembangan masyarakat secara luas. Pembinaan pribadi dan keluarga yang Islami ini dapat ditempuh melalui dua cara, yaitu : pertama, peningkatan fungsi orang tua (ibu dan bapak) sebagai tauladan dalam rumah tangga; kedua, perlunya dibentuk lembaga Konsultan Keluarga Sakinah (KKS) dan Klinik Rohani Islam (KRI) dalam setiap komunitas muslim. Untuk pelaksanaan KKS dan KRI ini diperlukan tenaga penyuluh dan counselor Islam yang handal baik secara teoritis maupun secara praktis. 4. Penerapan Dakwah Kultural Selama ini gambaran seseorang tentang kebudayaan (kultur) ialah kesenian. Pandangan tersebut tidak sepenuhnya benar, sebab kebudayaan meliputi agama, filsafat, seni, ilmu, sejarah, mitos, dan bahasa. Jadi, kebudayaan itu meliputi ide dan simbol, sebab, manusia adalah animal simbolism, makhluk yang menciptakan simbol. Dengan demikian, kebudayaan merupakan perwujudan dari fithrah manusia8. (Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah, Keputusan Muktamar ke-43. Yogyakarta: Suara Muhammadiyah, h. 125.) Agama, termasuk Islam, sebenarnya mengandung simbol-simbol sistem sosio-kultural yang memberikan suatu konsepsi tentang realitas dan rancangan untuk mewujudkannya9. (Azyumardi Azra, Konteks Berteologi di Indonesia: Pengalaman Islam. Jakarta: Paramadina, 1999, h. II). Budaya adalah pikiran manusia yang merupakan akumulasi dari berbagai unsur atau elemen yang berlainan yang disatukan dan dimodifikasikan untuk menjadi pola pikir dan tindakan secara konsisten. Pandangan seperti ini dikemukakan oleh Benedict dalam ‘Theories of Man and Culture’ di mana ia menjelaskan: all thought a culture is the chance accumulation of so many disparate elements for tuitously assembled from all direction by diffusion, the constituent elements a remodified to form a more or less consistent pattern of thought and action.10 (Elvin Hatch, Theories of Man and Culture. New York : Columbia University Press, 1973, h. 76-77.) Dakwah kultural adalah dakwah Islam dengan pendekatan kultural, yaitu: pertama, dakwah yang bersifat akomodatif terhadap nilai budaya tertentu secara inovatif dan kreatif tanpa menghilangkan aspek substansial keagamaan; kedua, menekankan pentingnya kearifan dalam memahami kebudayaan komunitas tertentu sebagai sasaran dakwah. Jadi, dakwah kultural adalah dakwah yang bersifat button up dengan melakukan pemberdayaan kehidupan beragama berdasarkan nilai-nilai spesifik yang dimiliki oleh sasaran dakwah. Lawan dari dakwah kultural adalah dakwah struktural, yaitu dakwah yang menjadikan kekuasaan, birokrasi, kekuatan politik sebagai alat untuk memperjuangkan Islam. Karenanya dakwah struktural lebih bersifat top down. Secara sunnatullah, setiap komunitas manusia, etnis, dan daerah memiliki kekhasan dalam budaya. Masing-masing memiliki corak tersendiri dan menjadi kebanggaan komunitas bersangkutan. Dalam melakukan dakwah Islam, corak budaya yang dimiliki oleh komunitas tertentu dapat dijadikan sebagai media dakwah yang ampuh dengan mengambil nilai kebaikannya dan menolak kemunkaran yang terkandung di dalamnya. Bersambung Perbedaan penghayatan dan pengamalan agama selalu dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti: karakteristik individu, umur, lingkungan sosial, dan lingkungan alam. Kelahiran mazhab dalam Islam pun turut dipengaruhi oleh faktor alam dan geografis. Karena itu, akan selalu ada perbedaan cara beragama antara orang desa dan kota, petani dengan nelayan, masyarakat agraris dan masyarakat industri, dan sebagainya. Perbedaan-perbedaan itu perlu dimengerti oleh para aktivis dakwah supaya dakwah Islam yang dilakukan dapat menyesuaikan diri dengan kondisi obyektif manusia yang dihadapi dan kecenderungan dinamika kehidupan mutakhir. Untuk menjawab tuntutan ini, maka strategi dakwah Islam harus bersifat akomodatif, sistematis, kontinu, dan profesional. Dalam melakukan dakwah kultural, para aktivis dakwah harus menawarkan pemikiran dan aplikasi syariat Islam yang kaffah, kreatif, dan inidusif. Materi-materi dakwah perlu disistematisasikan dalam suatu rancangan sillabi dakwah berdasarkan kecenderungan dan kebutuhan mad’u. Para aktivis dakwah tidak boleh langsung ‘menghakimi’ jamaah berdasarkan persepsinya sendiri, tanpa mempertimbangkan apa sesungguhnya yang sedang mereka alami. Karena itu, materi dakwah kultural tidak semata-mata bersifat fiqh sentries, melainkan juga materi-materi dakwah yang aktual dan bernilai praksis bagi kehidupan umat dewasa ini. Kaidah formal ketentuan-ketentuan syari’ah yang selama ini merupakan tema utama pengajian dan khutbah harus diimbangi dengan uraian mengenai hakikat, substansi, dan pesan moral yang terkandung dalam ketentuan syari’ah dan fiqh tersebut. Dengan demikian, ciri-ciri strategi dakwah kultural adalah: pertama, memperhatikan keunikan manusia atau masyarakat sebagai sasaran dakwah; kedua, dakwah yang tanggap terhadap perubahan yang senantiasa dialami oleh sasaran dakwah; ketiga, dakwah yang mendorong proses perubahan sosial ke arah keadaan yang lebih ideal (Islami); keempat, dakwah yang bersifat istimroriyah (berkesinambungan). Di era globalisasi, secara sosiologis akan terjadi berbagai pergeseran dalam berbagai aspek kehidupan umat. Ada gejala perubahan pola pemahaman dan perilaku keagamaan dari yang bersifat ritual ke arah orientasi yang lebih bersifat sosial. Salah satu diskursus yang menarik dewasa ini adalah isu tauhid sosial sebagai otokritik terhadap fenomena tauhid yang bersifat vertikal dan individual yang dianut selama ini. Umat Islam mulai beralih dari khilafiyah ibadah ritual kepada khilafiyah ibadah sosial, yakni mulai memperbincangkan bagaimana idealnya model dan paket-paket dakwah di abad ke-21. Seiring dengan pergeseran ini, maka tema-tema dakwah pun yang muncul ke permukaan adalah masalah-masalah yang menyangkut: lingkungan hidup, polusi udara, etika bisnis dan kewiraswastaan, bioteknologi dan cloning HAM, demokrasi, supremasi hukum, krisis kepemimpinan, etika politik, kesenjangan sosial ekonomi dan pemerataan hasil-hasil pembangunan, budaya dan teknologi informasi, gender, dan tema-tema kontemporer lainnya. Keharusan untuk mendesain ulang tema-tema dakwah ini merupakan tuntutan modernisasi spiritualitas Islam yang tidak dapat ditawar-tawar lagi. Sebab, problema yang muncul di zaman modern jauh lebih kompleks dan memerlukan respons yang lebih beragam dan akomodatif11. (Azyumardi Azra, Ibid. h. 14.) 5. Monitoring dan Evaluasi (Monev) Dakwah Aktivitas dakwah yang nnencakup segi-segi kehidupan yang amat luas hanya dapat berlangsung dengan efektif dan efesien apabila sebelumnya telah dilakukan persiapan dan perencanaan yang matang12. (Anwar Masy’ari, Butir-butir Problematika Dakwah lslamiah. Surabaya: Bina llmu, 1992, h. 49.) Untuk melakukan persiapan dan perencanaan yang matang, maka diperlukan monitoring dan evaluasi dakwah. Dari monitoring dan evaluasi inilah dapat diperoleh informasi tentang problematika umat yang selanjutnya dapat dijadikan sebagai bahanma masukan dalam melakukan persiapan dan perencanaan dakwah. Monitoring dan evaluasi dakwah ini sangat diperlukan untuk mendapat informasi yang akurat mengenai tingkat keberhasilan dakwah. Dalam evaluasi tersebut akan terlihat kelebihan dan kekurangan dakwah yang telah dilaksanakan, tingkat relevansi paket-paket dakwah yang ditawarkan dengan kebutuhan mad’u (sasaran dakwah), dan sejauh mana aktivitas dakwah yang telah dilakukan dapat mentransformasikan cita ideal Islam ke dalam realitas empirik umat. Karenanya, monitoring, dan evaluasi dakwah ini meliputi: materi dakwah, metode dakwah, dan karakter juru dakwah. Kesalahan dalam memilih materi dan metode dakwah untuk sasaran dakwah atau kelompok masyarakat tertentu dapat menyebabkan para jamaah justeru akan semakin jauh dari Islam. Proses dakwah yang tidak terorganisir secara profesional ini membuat mad’u tidak memperoleh manfaat dari aktivitas dakwah tersebut dalam menghadapi berbagai problema kehidupan yang sedang mereka hadapi. Materi dan metode dakwah yang tidak disusun secara sistematis berdasarkan kebutuhan masyarakat tidak akan mencapai tujuan yang telah ditetapkan, sebab materi dan metode dakwah tersebut tidak relevan dengan dengan tingkat dinamisasi kehidupan umat. Dengan demikian, untuk mencapai hasil yang diharapkan diperlukan kerja keras dalam menggali sedalam-dalamnya mengenai materi dan metode dakwah apa yang sesungguhnya dibutuhkan oleh umat. Mengingat setiap kelompok masyarakat memiliki karakteristik yang berbeda-beda, maka diperlukan juga materi dan pendekatan dakwah yang berbeda-beda sesuai dengan kondisi obyektif masyarakat bersangkutan. Seorang juru dakwah yang menggeneralisir bahwa setiap sasaran dakwah memiliki kecenderungan yang sama dalam menerima materi-materi dakwah akan mengakibatkan kegagalan dalam melakukan dakwah Islam. 6. Penyusunan Peta Dakwah Salah satu usaha untuk mengetahui materi dan metode dakwah yang dibutuhkan oleh kelompok masyarakat tertentu adalah melalui penyusunan peta dakwah. Peta dakwah adalah gambaran (deskripsi) menyeluruh tentang berbagai komponen yang terlibat dalam proses dakwah13. (Said Tuhuleley, Seluk Beluk Peta Dakwah. Makalah dalam Pelatihan Pelatih Muballighah ‘Aisyiyah Tingkat Nasional Regional III di Gedung BPG Makassar tanggal, 27-29 Juli 2003, h. 4.) Ada dua komponen pokok yang akan dimuat dalam peta dakwah ini, yaitu: pertama, komponen yang berkaitan dengan keadaan umat Islam sebagai sasaran dakwah; kedua, komponen yang berkaitan dengan proses pelaksanaan dakwah14. (Laboratorium Dakwah Yayasan Shalahuddin Yogyakarta, Buku Panduan Workshop Komputasi Peta Dakwah. Yogyakarta: Laboratorium Dakwah Yayasan Shalahuddi, 1992, h. 7.) Komponen yang terkait dengan keadaan umat Islam, seperti: tingkat sosial ekonomi, tingkat pendidikan, pekerjaan pokok dan sampingan, religiusitas/keberagamaan, integrasi sosial, mobilitas sosial, dan lain sebagainya. Komponen yang terkait dengan proses pelaksanaan dakwah, seperti: aktivitas lembaga-lembaga dakwah, keadaan muballigh/aktivis dakwah, metode dakwah yang digunakan, materi dakwah yang disajikan, prasarana dakwah yang tersedia, dan lain sebagainya. Cakupan kedua komponen di atas sesuai dengan wilayah penelitian llmu Dakwah yang mencakup: subyek dakwah, materi dakwah, metode dakwah, media dakwah, objek dakwah, sejarah dakwah, efek dakwah, tujuan dakwah, dan gambaran wilayah dakwah15. (Wardi Bachtiar, Metodologi Penelitian Ilmu Dakwah. Jakarta: Logos, 1997, h. 32-42) Komponen-komponen tersebut akan dijadikan sebagai objek dalam survey dan penelitian. Selanjutnya data dan informasi yang terkumpul dari komponen-komponen tersebut akan dijadikan sebagai bahan untuk menyusun peta dakwah. Peta dakwah inilah yang akan dijadikan sebagai pijakan bagi aktivis dakwah sebelum melakukan dakwah Islam. Penutup Berdasarkan pembahasan di atas, penulis berkesimpulan bahwa tingkat dinamisasi kehidupan masyarakat sebagai sasaran dakwah dewasa ini semakin kompeks. Hal tersebut mengharuskan perlunya perubahan paradigma strategi dakwah Islam. Strategi dakwah Islam yang diyakini dapat menjawab tantangan zaman tersebut, meliputi: peningkatan Sumber Daya Muballigh (SDM), pemanfaatan teknologi modern sebagai media dakwah, penerapan metode dakwah fardhiyah dan dakwah kultural, monitoring dan evaluasi dakwah, serta penyusunan peta dakwah. Tanpa strategi dakwah Islam yang sistematis dan profesional, maka dakwah akan kehilangan andil dalam membentuk masyarakat yang religius dan beradab Problematika Dakwah Masa Kini Oleh: RB. Khatib Pahlawan Kayo Metode dakwah Rasulullah SAW pada awalnya dilakukan melalui pendekatan individual (personal approach) dengan mengumpulkan kaum kerabatnya di bukit Shafa. Kemudian berkembang melalui pendekatan kolektif seperti yang dilakukan saat berdakwah ke Thaif dan pada musim haji. Ada yang berpendapat bahwa berdakwah itu hukumnya fardhu kifayah, dengan menisbatkan pada lokasi-lokasi yang didiami para dai dan muballigh. Artinya, jika pada satu kawasan sudah ada yang melakukan dakwah, maka dakwah ketika itu hukumnya fardhu kifayah. Tetapi jika dalam satu kawasan tidak ada orang yang melakukan dakwah padahal mereka mampu, maka seluruh penghuni kawasan itu berdosa di mata Allah. Dengan demikian sebenarnya dakwah merupakan kewajiban dan tugas setiap individu. Hanya dalam pelaksanaannya disesuaikan dengan kemampuan dan kondisi di lapangan. Jadi pada dasarnya setiap muslim wajib melaksanakan dakwah Islamiyah, karena merupakan tugas ‘ubudiyah dan bukti keikhlasan kepada Allah SWT. Penyampaian dakwah Islamiyah haruslah disempurnakan dari satu generasi ke generasi berikutnya, sehingga cahaya hidayah Allah SWT tidak terputus sepanjang masa. Para rasul dan nabi adalah tokoh-tokoh dakwah yang paling terkemuka dalam sejarah umat manusia, karena mereka dibekali wahyu dan tuntunan yang sempurna. Dibanding mereka, kita memang belum apa-apa. Akan tetapi sebagai dai dan muballigh, kita wajib bersyukur karena telah memilih jalan yang benar, yakni bergabung bersama barisan para rasul dan nabi dalam menjalankan misi risalah Islamiyah. Konsekuensi dari pilihan itu kita harus senantiasa berusaha mengikuti jejak para nabi dan rasul dalam menggerakkan dakwah, amar ma’ruf nahi munkar, dalam kondisi dan situasi bagaimanapun. Persoalan yang kita hadapi sekarang adalah tantangan dakwah yang semakin hebat, baik yang bersifat internal maupun eksternal. Tantangan itu muncul dalam berbagai bentuk kegiatan masyarakat modern, seperti perilaku dalam mendapatkan hiburan (entertainment), kepariwisataan dan seni dalam arti luas, yang semakin membuka peluang munculnya kerawanan-kerawanan moral dan etika. Kerawanan moral dan etik itu muncul semakin transparan dalam bentuk kemaksiatan karena disokong oleh kemajuan alat-alat teknologi informasi mutakhir seperti siaran televisi, keping-keping VCD, jaringan Internet, dan sebagainya. Kemaksiatan itu senantiasa mengalami peningkatan kualitas dan kuantitas, seperti maraknya perjudian, minum minuman keras, dan tindakan kriminal, serta menjamurnya tempat-tempat hiburan, siang atau malam, yang semua itu diawali dengan penjualan dan pendangkalan budaya moral dan rasa malu. Tidak asing lagi, akhirnya di negeri yang berbudaya, beradat dan beragama ini, kemaksiatan yang berhubungan dengan apa yang dinamakan sex industry juga mengalami kemajuan, terutama setelah terbukanya turisme internasional di berbagai kawasan, hingga menjamah wilayah yang semakin luas dan menjarah semakin banyak generasi muda dan remaja yang kehilangan jati diri dan miskin iman dan ilmu. Hal yang terakhir ini semakin buruk dan mencemaskan perkembangannya karena hampir-hampir tidak ada lagi batas antara kota dan desa, semuanya telah terkontaminasi dalam eforia kebebasan yang tak kenal batas. Ledakan-ledakan informasi dan kemajuan teknologi dalam berbagai bidang itu tidak boleh kita biarkan lewat begitu saja. Kita harus berusaha mencegah dan mengantisipasi dengan memperkuat benteng pertahanan aqidah yang berpadukan ilmu dan teknologi. Tidak sedikit korban yang berjatuhan yang membuat kemuliaan Islam semakin terancam dan masa depan generasi muda semakin suram. Apabila kita tetap lengah dan terbuai oleh kemewahan hidup dengan berbagai fasilitasnya, ketika itu pula secara perlahan kita meninggalkan petunjuk-petunjuk Allah yang sangat diperlukan bagi hati nurani setiap kita. Di samping itu kelemahan dan ketertinggalan umat Islam dalam meng-akses informasi dari waktu ke waktu, pada gilirannya juga akan membuat langkah-langkah dakwah kita semakin tumpul tak berdaya. Bertolak dari faktor-faktor tersebut, agar problematika dakwah tidak semakin kusut dan berlarut-larut, perlu segera dicarikan jalan keluar dari kemelut persoalan yang dihadapi itu. Dalam konsep pemikiran yang praktis, Prof. Dr. H. M. Amien Rais,MA. dalam bukunya Moralitas Politik Muhammadiyah, menawarkan lima ‘Pekerjaan Rumah’ yang perlu diselesaikan, agar dakwah Islam di era informasi sekarang tetap relevan, efektif, dan produktif. Pertama, perlu ada pengkaderan yang serius untuk memproduksi juru-juru dakwah dengan pembagian kerja yang rapi. Ilmu tabligh belaka tidak cukup untuk mendukung proses dakwah, melainkan diperlukan pula berbagai penguasaan dalam ilmu-ilmu teknologi informasi yang paling mutakhir. Kedua, setiap organisasi Islam yang berminat dalam tugas-tugas dakwah perlu membangun laboratorium dakwah. Dari hasil “Labda” ini akan dapat diketahui masalah-masalah riil di lapangan, agar jelas apa yang akan dilakukan. Ketiga, proses dakwah tidak boleh lagi terbatas pada dakwah bil-lisan, tapi harus diperluas dengan dakwah bil-hal, bil-kitaabah (lewat tulisan), bil-hikmah (dalam arti politik), bil-iqtishadiyah (ekonomi), dan sebagainya. Yang jelas, actions,speak louder than word. Keempat, media massa cetak dan terutama media elektronik harus dipikirkan sekarang juga. Media elektronik yang dapat menjadi wahana atau sarana dakwah perlu dimiliki oleh umat Islam. Bila udara Indonesia di masa depan dipenuhi oleh pesan-pesan agama lain dan sepi dari pesan-pesan Islami, maka sudah tentu keadaan seperti ini tidak menguntungkan bagi peningkatan dakwah Islam di tanah air. Kelima, merebut remaja Indonesia adalah tugas dakwah Islam jangka panjang. Anak-anak dan para remaja kita adalah aset yang tak ternilai. Mereka wajib kita selamatkan dari pengikisan aqidah yang terjadi akibat ‘invasi’ nilai-nilai non islami ke dalam jantung berbagai komunitas Islam di Indonesia. Bila anak-anak dan remaja kita memiliki benteng tangguh (al-hususn al-hamidiyyah) dalam era globalisasi dan informasi sekarang ini, insya Allah masa depan dakwah kita akan tetap ceria. Menyimak uraian-uraian di atas, dapat diprediksi bahwa missi dan tantangan dakwah tidaklah pernah akan semakin ringan, melainkan akan semakin berat dan hebat bahkan semakin kompleks dan melelehkan. Inilah problematika dakwah kita masa kini. Oleh sebab itu semuanya harus dimenej kembali dengan manajemen dakwah yang profesional dan dihendel oleh tenaga-tenaga berdedikasi tinggi, mau berkorban dan ikhlas beramal. Mengingat potensi umat Islam yang potensial masih sangat terbatas, sementara kita harus mengakomodir segenap permasalahan dan tantangan yang muncul, maka ada baiknya kita coba memilih dan memilah mana yang tepat untuk diberikan skala prioritas dalam penanganannya, sehingga dana, tenaga, dan fikiran dapat lebih terarah, efektif, dan produktid dalam penggunaanya. Mudah-mudahan Allah SWT senantiasa memberikan kekuatan dan petunjuk agar kita tidak salah pilih dan tidak terlambat, insya Allah.?
Komentar